Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sering Bully Jokowi di Medsos, tapi Berharap Dapat Kartu Pra Kerja

5 Februari 2020   04:28 Diperbarui: 5 Februari 2020   04:36 1736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi memperkenalkan kartu pra kerja saat kampanye di Aceh (foto ANTARA/Rahmad)

"Di sini kebetulan lagi tidak membuka lowongan pekerjaan."

Wajah pemuda di hadapan saya terlihat masam. Amplop besar berwarna coklat diremas dengan jari-jarinya. Ada raut kecewa di air mukanya.

"Saya mau kerja apa saja, Pak," katanya memelas.

"Untuk saat ini memang tidak ada."

Sebagai Kepala Bagian Humas di sebuah intansi, sering sekali berhadapkan pada para pencari kerja yang datang langsung ke kantor. Bahkan setiap musim kelulusan sekolah, banyak amplop lamaran kerja berdatangan setiap hari. Surat elektronik pun dipenuhi dengan subjek lamaran pekerjaan.

Sempat iseng membuka isi amplop surat lamaran yang menumpuk. Rata-rata mereka berusia muda dengan rentan usia 18 hingga 23 tahun. Jenjang pendididikan SMA hingga sarjana dengan beragam jurusan.

Keisengan saya kemudian sampai menelusuri sosial media mereka. Ada dua hal yang membuat saya kaget melihat isi postingan sosial media mereka.

Pertama, di antara mereka rupanya berprestasi di bidang akademik. Bahkan di sosial media sampai posting foto saat menerima penghargaan sebagi lulusan terbaik.

Kedua, mereka yang rajin update status dengan isi mengeluh sulitnya mencari kerja. Bahkan mereka tidak segan-segan menyalahkan Presiden Joko Widodo dengan kata-kata bullyan.

Memang sangat memprihatinkan ketika mengetahui jati diri para pelamar pekerjaan dari akun sosial media mereka. Sulitnya mencari pekerjaan diluapkan dalam postingan sosial media.

Presiden menjadi salah satu sasaran kekesalan mereka. Minimnya lowongan pekerjaan tidak sebanding dengan banyaknya pencari kerja. Sehingga pengangguran semakin banyak.

Program kerja Jokowi saat berkampanye bersama KH. Maruf Amien juga selalu diungkit-ungkit, yaitu kartu pra kerja. Para pencari kerja atau pengangguran akan mendapatkan gaji bulanan.

Harapan mendapat gaji bulanan tidak kunjung datang hingga 100 hari kerja Jokowi yang terpilih menjadi presiden kedua kalinya.

Luapan emosi para pengangguran pun hanya bisa melalui postingan sosial media. Salah satunya menganggap Jokowi ingkar terhadap program kartu Pra Kerja.

Entah kapan kartu pra kerja itu terealisasi. Berdasarkan informasi Kementrian Keungan, setiap orang akan mendapatkan saldo sekitar Rp 7 juta.

Penerima kartu pra kerja adalah pencari kerja atau pekerja untuk mendapatkan layanan pelatihan vokasi (skilling dan re-skilling).

Pragran kartu pra kerja sebenarnya bukan gaji, tapi biaya subsidi untuk mengikuti pelatihan. Untuk mendapatkan kartu pra kerja, rupanya harus mendaftar secara online di situs resmi Kemnaker. Setelah itu akan dilakukan seleksi oleh pemerintah.

Bagi yang lolos wajib mengikuti pelatihan di lembaga yang dipilih. Pemerintah akan menanggung semua biaya sebesar Rp 3 juta hingga Rp 7 juta.

Setelah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikasi, selanjutnya harus mengikuti uji konpetensi. Pemerintah akan memberikan subsidi biaya sebesar Rp 90 ribu. Setelah itu akan diberikan intensif lagi sebesar Rp 500 ribu untuk persiapan melamar pekerjaan.

Rupanya kartu pra kerja tidak secepat menerima gaji di awal bulan. Tahapan harus dilewati sebagai bekal menjadi pekerja profesional dibidang yang ditekuni.

Program yang bagus, hanya saja kapan itu terealisasi. Ribuan pengangguran di negara ini sudah terlalu banyak.

Semakin lama realisasi kartu pra kerja, semakin kesal terhadap pemerintah. Wajar saja jika kemudian banyak yang menagih janji kartu pra kerja dengan bersuara di media sosial.

Oh iya, bagi kamu pencari kerja, hati-hati menggunakan media sosial. Rekam jejak digital menjadi bagian dari seleksi pertimbangan untuk diterima. Jangan sampai sering mengeluh, apalagi membully presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun