Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hilangnya Staf Milenial Jokowi

29 Januari 2020   21:59 Diperbarui: 29 Januari 2020   22:11 1487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden dan tujuh staf milenial (instagram/ Jokowi)

Ada yang masi ingat keberadaan Staf Milenial Presiden? Saya hampir lupa jika Pak Jokowi pernah mengenalkan staf khusus dari generasi muda pada 21 November 2019 lalu.

Pak Jokowi setelah dilantik kedua kalinya sebagai presiden dan kini berpasangan dengan Kiyai Maruf Amin, membuat kebijakan dengan memasang anak muda berbakat untuk menjadi stafnya. Diharapkan Staf Milenial ini menjadi jembatan untuk menampung aspirasi dan ide-ide segar dari kalangan anak muda.

Pilihan Staf Milenial menjadi terobosan baru presiden dengan merekrut anak muda berprestasi di bidangnya. Mereka adalah CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aminuddin Maruf.

Ketujuh Staf Milenial tersebut, jika dilihat dari prestasi di bidangnya masing-masing, juga mempunyai latar belakang pendidikan lulusan universitas ternama. Sangat inspiratif bagi kalangan muda.

Saya mengira, mereka akan menjadi influenser bagi generasi muda saat ini dalam menyampaikan kebijakan pemerintah. Namun lama-lama keberadaan mereka tenggelam oleh kontroversi kebijakan presiden dan para menteri.

Beberapa di antara mereka muncul sebagai pendamping kunjungan kerja Pak Presiden. Terjun langsung ke lapangan dan memperlajari banyak hal.

Namun sayangnya, sejak dilantik, kinerja Staf Milenial tidak pernah bersuara tentang gagasan dan hasil kerja di lapangan.

Ya, minimal saat Presiden mengeluarkan kebijakan yang dirasa memberatkan publik. Setidaknya para staf milenial ini muncul untuk memberi penjelasan kepada milenial.

Seperti awal tahun, ketika iuran BPJS naik. Putri Indahsari Tanjung bisa memberikan pemahaman bahwa kebijakan kenaikan iuran BPJS jangan dijadikan beban. Apalagi milenial membutuhkan pelindungan kesehatan untuk segala aktifitasnya.

Perlu rasanya ada tips-tips pengelolaan keuangan bagi para milenial. Sehingga para milenial tidak hanya menghabiskan uang untuk nongkrong atau traveling saja, perlu juga menyisihkan uang untuk iuran BPJS.

Kebijakan pemerintah lainnya yang kontroversi adalah tentang ekspor benih lobster yang digagas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Andi Taufan Garuda Putra, seorang CEO dari Amartha, perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending seharusnya bisa muncul memberikan pemahaman keuntungan dari usaha ekspor beni lobster.

Sebagai anak muda yang telah meraih banyak penghargaan atas prestasinya di bidang kewirausahaan, penting rasanya para pelaku wirausaha mendapatkan pemahaman bahwa penjualan beni lobster akan meningkatkan perekonomian para nelayan. Untuk itu perlu mendukung rencana ekspor beni lobster yang juga akan memperkuat perekonomian negara.

Sementara kebijakan di bidang pendidikan yang akan menghapus Ujian Nasional dan diganti asesmen kompetensi, banyak milenial tidak memahami kebijakan Mentri Nadiem Makariem.

Adamas Belva Syah Devara seharusnya muncul memberikan penjelasan bahwa UN sudah tidak bisa menjadi acuan mengukur kualitas pendidikan.

Sebagai pendiri Ruang Guru, Belva bisa menyampaikan penjelasan tentang program merdeka belajar. Sehingga para milenial paham bahwa Kemendikbud saat ini sangat peduli sekali dengan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan milenial. Jangan sampai ada yang salah mengartikan merdeka belajar adalah bebas tidak belajar.

Itu hanya sebagian dari perumpamaan saja. Staf Milenial seperti layaknya staf pada umumnya hanya bekerja di dalam ruangan, rapat, dan ikut kunjungan. Jika begitu, wajar jika keberadaan Staf Milenial tidak bernah terekspose. Cukup bekerja membantu ide-ide segar kepada presiden.

Apa mungkin, karena sebagai staf tidak banyak memiliki ruang publikasi untuk menyampaikan program yang akan, sedang, dan sudah dilakukan selama 100 hari kabinet Jokowi-KH Maruf Amin? Jika terus begini, lama-lama keberadaan mereka bisa menghilang begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun