Tumpukan pakaian bekas tidak terurus kerap terlihat di sejumlah posko pengungsian korban bencana. Kain-kain itu berasal dari relawan sebagai bantuan untuk para korban. Niat hati membantu, justru menyumbangkan sampah. Sayangnya pakaian bekas bukan kebutuhan mendesak yang dibutuhan para korban bencana dipengungsian.
Berdasarkan pengalaman, pertama kali menjadi relawan yang membuka posko bantuan untuk korban bencana pada peristiwa longsor dan banjir bandang yang terjadi di pegunungan Kecamatan Anyer dan Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten, 2016 lalu. Ketika itu bencananya berdampak cukup parah, selain menghanyutkan sejumlah rumah warga di pegunungan, air yang turun ke dataran juga merendam ribuan pemukiman warga.
Saat itu, hampir setiap saat saya dan relawan lainnya menerima bantuan dari banyak donatur yang berdatangan dengan membawa bantuan berupa baju bekas yang dibungkus karung, kantong plastik, dan kardus.
Setelah menumpuk banyak, kemudian kami bongkar untuk menyeleksi baju-baju sesuai jenis kelamin dan usia.
Menyeleksi pakaian bekas itu bukan perkara gampang, saya justru emosi ketika mendapati banyak sekali baju tidak layak pakai. Kondisi kain yang sudah rusak, sobek, bahkan bau.
"Ini mau donasi apa buang pakaian bekas dari lemari?"
Tidak berhenti disitu saja. Pada saat kami menyerahkan barang-barang bantuan di posko pengungsian di Cibedug, Kecamatan Mancak, pakaian bekas justru terlihat menggunung dengan kondisi berantakan dan tak terurus. Ini jelas pakaian bekas bukan kebutuhan yang diharapkan oleh para pengungsi.
Pada saat terjadi tsunami yang melanda kawasan pantai di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Desember 2018, pakaian bekas juga terlihat menumpuk. Ini membuktikan bahwa pakaian bekas bukan barang yang harus didonasikan secara berlebihan untuk korban bencana.
Kami tidak pernah melarang siapa pun berdonasi dengan pakaian bekas, karena itu sudah menjadi niat baik untuk siapa saja yang ingin membantu.
Namun kami tidak akan membawa pakaian itu ke lokasi bencana. Pakian bekas yang masi layak digunakan justru kami jual kepada warga di kawasan perkampungan. Semacam membuka lapak dadakan. Satu potong pakaian bisa dihargai antara Rp10.000-Rp20.000.
Harga yang terjangkau dengan menerima nego sudah pasti lapak laris manis. Cara ini cukup efektif karena mendapatkan uang yang bisa dikelola untuk membeli sesuai kebutuhan korban bencana.