Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Kontroversi Bawa Pulang Piala Citra 2019

8 Desember 2019   23:22 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:50 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amat disayangkan memang, arus informasi di media sosial memang sangat berpengaruh untuk menyebarkan berita negatif. Sehingga segala sesuatu yang negatif berkaitan pada moralitas dan agama, langsung dicap pelanggaran. Padahal belum tentu yang turut menyebarkan berita pencekalan itu menonton. 

Bagi saya, studio Bioskop adalah ruang privacy. Peraturan di Bioskop saja sudah jelas hanya akan menjual tiket sesuai dengan batasan usia penonton. Artinya, siapa pun yang datang sudah barang tentu siap untuk menonton.

Sepengelaman saya, ketika menonton film yang mendapatkan pencekalan di media sosial, tidak ada penonton di bioskop yang melakukan protes. Bahkan merasa puas dengan sajian cerita film yang ditontonnya. 

Saya merasakan betul, pemberitaan negatif di media sosial lebih banyak tidak sesuai dengan kenyataan di dalam film. Unsur yang bikin geger hanya opini dengan dalil-dalil yang mendramatisir suatu adegan film. 

Dari sini saya menduga, kebanyakan orang akan terpancing emosi jika pemberitaan menyangkut pada moralitas dan agama. Siapa pun akan lebih peduli dan ikut-ikutan untuk menyebarkannya. Menghakimi tanpa menonton filmnya.

Saya sendiri merasakan betul ketika nonton film Kucumbu Tubuh Indahku dikemudian hari. Banyak nilai positif yang bisa dipetik dan banyak informasi yang menambah wawasan. Diantaranya adalah pendidikan anak usia dini yang harus mendapatkan perhatian orang tuanya. Lengger Lanang sebagai tari khas Jawa yang dimainkan seorang laki-laki dengan sisi feminis pun menjadi pengetahuan baru tentang budaya bangsa. Bahkan sejumlah adat istiadat masyarakat Jawa bisa kita pelajari dalam film ini.

Menjadi Penonton Bijak

Jika kita tidak suka dengan adegan mesrah dua orang laki-laki, simpelnya kita bisa tutup mata jika tidak menginginkannya. Kita harus sadar, setiap adegan adalah rangkaian alur cerita yang saling berkaitan membentuk konflik antar karakter.

Selera tontonan film boleh berbeda. Setiap orang berhak menilai baik dan buruknya. Tidak elok rasanya jika memaksakan kehendak, ketika tidak suka dengan sebuah film, maka mempengaruhi orang lain untuk melarang menonton film itu.

Saya saja tidak pernah ngurusin para penonton Sinetron yang memliki alur cerita mengaduk-adukan moralitas dan agama dengan kemasan komedi dan mistik. Setiap orang punya pilihan selera tontonanya. Biarkan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun