Mohon tunggu...
Mang Jamal
Mang Jamal Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia amatir, tinggal di Bandung, sayang anak, hobi ngakak :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membumikan Monju

5 Januari 2011   03:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:57 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membumikan Monju JAMALUDIN WIARTAKUSUMAH Di seberang Kampus Universitas Padjadjaran di Jalan Dipati Ukur, sejak pertengahan tahun 1990-an, berdiri Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju). Monju berada di aksis atau garis lurus dari Gedung Sate ke Gunung Tangkubanparahu. Kawasan yang membentang dari Gedung Sate sampai sekitar Monju ini awalnya dirancang pemerintah kolonial sebagai pusat pemerintahan terkait dengan rencana pemindahan ibu kota dari Batavia ke Bandung. Bagian utara atau di sekitar Monju, menurut rencana Belanda, adalah istana Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Konon Monju ini monumen modern karena bisa dimasuki. Di bawah monumen itu memang terdapat museum dan perpustakaan. Koleksi museum baru enam diorama yang menggambarkan peristiwa pembuatan Jalan Raya Pos di Cadas Pangeran, Sultan Agung Tirtayasa melawan Belanda, perjanjian Linggajati, Divisi Siliwangi melakukan long march ke Yogyakarta, operasi Brata Yudha atau Pagar Betis di Priangan Timur untuk menumpas pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo, Bandung Lautan Api, dan Konferensi Asia Afrika. Sama seperti koleksi museum, buku koleksi perpustakaan juga masih cawerang. Sebagai monumen perjuangan, selain bentuk tumpukan beton melengkung sebagai abstraksi rumpun bambu dan enam diorama di museum bawah tanah, Monju hanya ditandai dengan berbagai ringkasan peristiwa perjuangan dalam bentuk relief pada salah satu dindingnya. Monju indah sebagai penghias kota, tetapi kering dari kenangan terhadap perjuangan yang sebenarnya. Barangkali karena ini museum dengan desain modern dan salah satu ciri desain modern adalah ahistoris, memutuskan hubungan dengan masa lalu. Padahal, monumen adalah media untuk mengabadikan peristiwa pada masa lalu. Arc de Triomphe Mari kita studi banding seperti anggota Dewan. Namun, supaya murah meriah, kita melakukannya lewat internet saja. Tujuannya untuk mencari tahu bagaimana bangsa lain membuat monumen perjuangan dan membandingkannya dengan apa yang telah kita buat. Jangan-jangan apa yang telah kita lakukan atau perbuat kurang tepat. Karena Bandung sudah kepalang menyandang julukan Parijs van Java, studi banding ini ke Paris asli di Eropa. Salah satu monumen di Paris yang layak dijadikan studi banding adalah Arc de Triomphe atau Gerbang Kemenangan. Monumen itu dikelilingi jalan berbentuk lingkaran yang menjadi sumbu 12 jalan sehingga kehadirannya menjadi penanda dan ikon kota yang signifikan dan setiap hari dilihat orang yang lalu lalang. Dari segi lokasi, dalam skala yang berbeda, monumen itu mirip dengan tugu atau monumen Konferensi Asia Afrika yang berada di tengah Simpang Lima. Selain dihiasi relief pada dinding luar, Arc de Triomphe dilengkapi dengan ratusan nama yang dipahat pada granit dinding bagian dalam dan lantai. Mereka adalah para jenderal yang pernah berjuang di bawah komando Napoleon dan yang berjuang untuk Perancis pada saat Revolusi Perancis. Di bawah atap gerbang itu terdapat prasasti dan api abadi bagi pahlawan tak dikenal yang gugur pada Perang Dunia I. Selain lokasinya yang strategis, keberadaan ratusan nama ini membuat Arc de Triomphe terasa lebih dekat dengan pengunjung. Berkunjung ke monumen itu selain menikmati desainnya yang indah juga menjadi tempat pencerahan karena pengunjung jadi tahu bahwa di balik nama besar Napoleon ada banyak nama yang berjuang untuknya. Bagi keturunan orang-orang yang namanya ada di sana, ini menjadi semacam ziarah karena keberadaan nama leluhur mereka akan membangkitkan kenangan, kebanggaan keluarga, dan inspirasi sekaligus sebagai tanda bahwa negara menghargai perjuangan mereka. Perbedaan Arc de Triomphe dengan Monju, selain pada gaya desain yang dipakai, juga pada kualitas kesejarahan yang terdapat pada monumen. Di Monju, terutama di bagian monumen, tidak ada satu pun nama mereka yang pernah berjuang pada zaman atau bidang apa pun. Nama-nama pejuang hanya ada di buku sejarah dan nama jalan, tetapi tidak dihadirkan di monumen agar dikenal generasi setelahnya. Saya kira Arc de Triomphe di Paris adalah contoh bagus bagaimana sebaiknya sebuah monumen dibuat. Apalagi, monumen juga dimaksudkan agar generasi penerus dapat mengenal, mengenang, dan kemudian meneladani pendahulunya. Nama-nama pejuang Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, sesuai namanya, adalah monumen untuk mengenang perjuangan rakyat Jawa Barat. Yang namanya perjuangan dilakukan manusia yang tentu saja memiliki nama. Adalah sebuah kewajaran apabila nama-nama mereka diabadikan di monumen. Dinding monumen dapat dilengkapi dengan nama-nama pejuang. Banyak nama yang layak diabadikan di sana, dari masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda, masa pendudukan Jepang, sekitar kemerdekaan, hingga seterusnya. Selain tokoh-tokoh besar, seperti Oto Iskandar Dinata, R Dewi Sartika, dan Ir H Djuanda, nama-nama yang hanya selintas ada dalam buku sejarah tetapi berperan penting juga layak diabadikan di Monju. Misalnya, Wikana, pemuda kelahiran Sumedang tahun 1914, yang bersama pemuda lain menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan agar kedua tokoh ini segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia menyusul kekalahan Jepang. Wikana kemudian menjadi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pertama (29 Juni 1946-29 Januari 1948). Nama-nama komandan yang ikut dalam pertempuran Bojongkokosan yang heroik dapat diukir pada salah satu dinding atau lantai. Demikian halnya tokoh-tokoh peristiwa Bandung Lautan Api, long march Divisi Siliwangi ke Yogyakarta, selain juga serdadu Siliwangi legendaris yang berprestasi dalam suatu operasi seperti yang berhasil menangkap Kahar Muzakar atau Kartosuwiryo. Kategori pejuang dapat diperluas tidak hanya pejuang kemerdekaan dan peperangan, tetapi juga putra-putri terbaik Jawa Barat dalam bidang masing-masing. Bisa juga mereka yang pernah mengharumkan Jawa Barat, seperti atlet peraih medali emas dalam event internasional. Pun demikian putra Jawa Barat yang berkiprah di luar Jawa Barat, nasional, dan internasional, yang terkenal karena prestasinya yang luar biasa dan yang merupakan tokoh perintis kemajuan suatu bidang. Demikian halnya pejuang lingkungan yang mendapat penghargaan Kalpataru, seperti Ma Eroh dari Tasikmalaya. Dengan begitu, Monju akan memiliki nilai lebih, membumi, dan melekat di hati rakyat Jawa Barat apabila dilengkapi nama-nama pejuang Jawa Barat dalam berbagai bidang. Selain penghias kota dan obyek fotografi, ia juga menjadi media bagi pengunjung untuk mengenal, mengenang, dan mengapresiasi, serta tempat mendapatkan inspirasi dari mereka yang pernah berjuang untuk Jawa Barat dan Indonesia. Semoga! JAMALUDIN WIARTAKUSUMAH Dosen Desain Itenas; Bobotoh Pusat Studi di muat Kompas Jawa Barat Jumat 10/12/2010 (artikel terakhir di lembar kompas jawa barat, awal 2011 koran lembar jawa barat tidak ada lagi ) http://koran.kompas.com/read/2010/12/10/08133519/membumikan.monju

1294197043433959578
1294197043433959578

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun