Mohon tunggu...
Mang Jamal
Mang Jamal Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia amatir, tinggal di Bandung, sayang anak, hobi ngakak :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gempa & Rumah Tradisional

27 Mei 2010   09:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gempa dan Rumah Tradisional Sunda

Oleh  Jamaludin Wiartakusumah

Gempa bumi berkekuatan 7,3 skala Richter pada 2 September 2009 yang berpusat di laut selatan Tasikmalaya membuat Pulau Jawa bergetar. Akibat khas dari gempa besar ini adalah banyaknya rumah yang hancur karena dinding dan atap runtuh atau gentengnya lepas dari reng, terutama di daerah yang dekat dengan episentrum.

Kebanyakan bangunan yang rusak tersebut adalah rumah tembok dengan atap genteng. Sementara rumah yang dibangun dengan cara dan material tradisional relatif aman, seperti di Kampung Dukuh, Cikelet, Garut (Kompas, 14/9/2009).

Rumah-rumah tradisional Sunda, baik yang terdapat di dalam kampung adat, seperti Kampung Kuta, Ciamis; Kampung Naga, Tasikmalaya; Cikondang, Bandung; serta Desa Kenekes, Lebak; maupun di luar kampung adat umumnya berbentuk panggung. Bangunan tidak seluruhnya menempel pada tanah, tetapi dihubungkan dengan tiang yang disangga batu tatapakan yang berfungsi sebagai kaki.

Dengan demikian, ketika terjadi lini (gempa), getarannya diredam oleh batu tatapakan sehingga meskipun bangunan turut oyag (bergetar), rumah relatif dapat bertahan menerima beban getar gempa bumi sampai kekuatan tertentu.

Model rumah panggung dalam masyarakat Sunda tradisional terus dipertahankan. Salah satunya dasarnya adalah karena merupakan adaptasi dari kosmologi Sunda yang membagi jagat raya ke dalam tiga tingkatan: buana nyungcung, tempat para dewa atau Tuhan; buana panca tengah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya; dan buana larang, tempat orang yang telah meninggal, yaitu tanah.

Rumah dibuat berbentuk panggung agar buana panca tengah yang direpresentasikan oleh rumah (imah dan bumi) tidak langsung berada di atas tanah, tetapi harus diberi jarak. Bahan rumah tidak boleh menggunakan material berbahan baku tanah, seperti genteng dan bata, karena tanah tempat untuk orang meninggal. Dengan material bahan tanah, artinya manusia yang masih hidup telah dikubur.

Desain

Teori yang secara langsung dapat dianggap mendasari konsep desain rumah tradisional diungkapkan Karl Popper dan EH Gombrich berupa teori deterministik yang disebutnya logika situasi, yaitu bahwa manusia dibatasi oleh waktu, tempat, dan kondisi, yang meskipun demikian masih memiliki derajat kebebasan untuk mencapai tujuan alternatif. Umumnya, faktor alam, seperti iklim dan geografi-termasuk adanya gempa bumi-sangat relevan dalam pengembangan desain bangunan (John A Walker: 1989).

James Fitch dan Daniel Branch mengutarakan teorinya bahwa penentu desain dalam masyarakat primitif (tradisional) adalah lingkungan, seperti Eskimo dan Indian, Amerika Utara, bergantung pada material alam khas yang ada di lingkungannya. Salju bagi orang Eskimo dan kulit binatang dan ranting kayu bagi orang Indian adalah material yang dipakai untuk hunian mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun