Mohon tunggu...
Mangimpal Lumban Toruan
Mangimpal Lumban Toruan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir di sebuah huta (dusun), Banualuhu Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara-Sumatera Utara.\r\n\r\n" A Bird Doesn't Sing Because It Has An Answer, It Sings Because Has A Song" ~ Maya Angelou, poet, educator, historian, best-selling author, actress, playwright, civil-rights activist.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Oh Lamtiur, Do You Still Remember That?

7 Februari 2014   09:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SD Banualuhu adalah nama sekolahku dulu. Tempatku diajar dan belajar ABC dan Z, bermain, upacara bendera, berkelahi, mencuri tebu Ompung Dewi di sebelah sekolah, termasuk ikut berkonspirasi mengempesi ban motor kepala sekolah, Ferdinand Simangunsong (maafkan aku pak). Yang teranyar, ketika di kelas enam, aku mulai melirik cewek, anak bu Guru, kelas satu SMP, yang rumahnya tepat di depan sekolah.

Lamtiur namanya. Rambutnya kriting, agak mirip mi instan katanya,... tapi aku suka. Khusus urusan rambut, entah mengapa, jujur saja, aku lebih suka wanita berambut kriting. Ternyata kesukaan itu masih berlanjut hingga kini. Menurutku, wanita berambut kriting itu seksi, unik, dan menggemaskan. Sayangnya, sepengamatanku, belakangan ini banyak wanita berambut kriting meluruskan rambutnya.

Eits, rambutnya Lamtiur bukannya kriting mosok, kayak penyanyi afro-american itu. Rambutnya lebih mirip rambut penyanyi sekaligus penulis lagu, sicantik Taylor Swift, pelantun lagu Mine, idola remaja masa kini. Persis seperti itu. Kecuali kulitnya, entah karena terlalu banyak bermain di ladang, jadinya  kecoklat-coklatan, samalah seperti kulitku. Hidungnya, matanya, dan cara berjalannya, kerap membuatku 'menunggunya di depan sekolahku, hanya untuk melihatnya saja.

Menyukai wanita sedini itu membuatku di landa sebuah kerepotan besar: Aku takut diejek teman-teman, itu yang pertama. Ketahuan 'suka cewek' adalah malapetaka di kalangan kaum ingusan seperti aku. Pasti diejek habis-habisan. Biasanya teman-teman akan menulisnya di dinding kelas, di papan tulis, toilet, di jalan, di dinding kuburan dekat sekolah, dinding gereja, dimana saja! Kubayangkan, teman-teman yang usil akan menulis seperti ini: Ippal = Lamtiur, bahasa kerennya in relationship.

Untuk menghindari semua itu, aku berusaha bermain seaman mungkin. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan seperti ketika teman-temanku mengetahui nama bapakku, aih setahun lebih aku tertekan batin. Dulu, mengetahui nama bapak teman adalah berkah. Rahasia itu bisa digunakan untuk mengejek atau menjatuhkan. Jadi masing-masing anak sudah paham dampak akan dua hal itu, cewek dan nama ayah. Nama bapak, haram hukumnya kalau diketahui orang lain.

Ihwal ketertarikanku kepada Lamtiur sangat tidak bisa dipertanggung jawabkan. Begini ceritanya, Kawan. Suatu waktu di jam istirahat, aku melihat Lamtiur menemui Omakknya, guru kami, boru Simanjuntak, walikelasku. Tiba-tiba saja kurasakan sesuatu bangat, istilah Syahrini. Aku tidak mampu menjelaskan apa yang kurasakan.  Kemanapun aku pergi, wajahnya selalu terbayang.

Begitulah cinta pertamaku mulai bergulir, lucu bertabur passionate. Bisa dikatakan konyol untuk sekarang. Hanya supaya bisa melihat Lamtiur, pujaanku, tak jarang aku mengajak teman-temanku bermain bola sepulang sekolah. Melihatnya  saja, batinku sudah damai. Biar lebih dramatis, melihat rumahnya saja, hatiku tentram. Seratus persen, aku yakin ia tahu aku menyukainya. Sepertinya ia menikmati kegelisahanku, dasar wanita...:)

Ingin rasanya mendekatinya secara terang-terangan, lagi-lagi aku takut ketahuan teman-temanku, mati aku! Dampaknya bisa menjadi pergunjingan di sekolah, sepanjang hari, Minggu, Bulan, dan Tahun. Apalagi Omakknya adalah guru kelasku pulak, lancang sekali bukan?! Astaga, resikonya terlalu besar. Lamtiur membuatku damai sekaligus berpotensi mencelakakanku. Harga yang harus kubayar terlalu besar.

Hari-hari berikutnya, diam-diam, aku belajar membuat surat cinta. Aku mulai berani membaca surat-surat cinta abangku kepada pacarnya. Aku sudah masuk masalah, bermain api. Kekagumanku kepada Lamtiur, membuatku berani. Aku membacai semua dokumen 'penting' abangku. Intinya, aku belajar diam-diam, bagaimana menulis surat cinta...

Merasa sudah yakin, akupun menulis, tepatnya mencontek isi surat cinta abangku. Hasilnya, mantap kali kurasa. Kemudian surat itu kutitipkan kepada Uji, seorang yang kuanggap sahabatku, tetangga Lamtiur. Saat menyerahkan surat itu perasaanku sesak, takut, gelisah, campur-aduk. Aku was-was manakala nanti surat itu tidak sampai atau dibaca orang tidak bertanggung-jawab, tamatlah aku. Tapi tidak ada cara lain, surat cinta harus kuserahkan kepada sahabatku setelah kusumpah dia atas nama langit dan bumi.

Keesok harinya, dengan haarapan akan mendapat balasan, aku pergi ke sekolah lebih awal. Hatiku berbunga-bunga. Mendekati gerbang sekolah, kulirik lagi ke arah rumah Lamtiur, ia masih di dalam rumah, mungkin. Aku tidak berani menatap lama-lama ke arah rumah bu guru. Waktu itu, bertatap muka dengan guru adalah sesuatu yang menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun