Mohon tunggu...
Mangappu Pasaribu
Mangappu Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - Mengabadikan pengalaman kehidupan, menuangkan dalam tulisan. Semoga bisa menambah wawasan dan membawa perubahan

Seorang pekerja keras, independent, tidak pernah putus asa sampai semua harapan dan cita-cita menjadi kenyataan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

UU HKPD: Re-Design Desentralisasi Fiskal

30 Maret 2022   14:38 Diperbarui: 30 Maret 2022   15:36 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Albert Einstein berkata kegilaan adalah melakukan hal yang sama secara berulang-ulang namun mengharapkan hal yang berbeda. 

Sistem desentralisasi fiskal telah diterapkan selama lebih dari dua dekade di Indonesia. Dalam implementasinya, desentralisasi fiskal belum optimal dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Hal itu mungkin terjadi karena belum sinerginya kebijakan fiskal nasional dengan pelaksanaan APBD oleh pemerintah daerah. Jika desentralisasi fiskal terus dijalankan dengan kebijakan dan formulasi yang sama, maka tujuan desentralisasi fiskal dalam rangka pemerataan pembangunan nasional hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Tulisan ini akan mengulik redesign hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah setelah penetapan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Konsep Desentralisasi

Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah atau organisasi yang levelnya lebih rendah di daerah.

Setelah gerakan reformasi tahun 1998 berhasil menggulingkan rezim orde baru yang Jakarta-centris, Indonesia memulai era baru dalam sistem ketatanegaraan. Maka, sejak tahun 2001, sistem pemerintahan berubah dari pemerintahan yang sentralistik ke sebuah sistem otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pemerintah pusat mendelegasikan sebagian kekuasan politik dan pengelolaan keuangan kepada pemerintah daerah sesuai kewenangan daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Pelimpahan kekuasaan administrasi dan politik dalam rangka penyediaan layanan publik didukung dengan pemberian bantuan keuangan kepada pemerintah daerah. Hal itu diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintah daerah dan tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. 

Banyak pengamat mengatakan bahwa sistem desentralisasi dan otonomi daerah jauh lebih baik dari pada sistem pemerintahan yang terpusat. Hal itu karena pemerintah daerah secara geografis lebih dekat dengan masyarakat sehingga sangat memahami kebutuhan dan aspirasi daerah. Terlebih lagi karena para kepala daerah dan wakil-wakil rakyat di legislatif dipilih secara demokratis. Sehingga mereka akan jauh lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal. Berdasarkan pemikiran dimaksud, secara logis para pejabat publik di daerah akan mengalokasikan sumberdaya finansial dan non-finansial kepada stakeholder secara efisien dan efektif.

Namun dalam implementasinya, desentralisasi fiskal selama ini dianggap sebagai kebebasan untuk membelanjakan dana sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah. Hal itu tergambar dari besarnya porsi belanja pegawai yang direalisasikan untuk pembayaran gaji, tunjangan dan honor pejabat dan aparatur sipil daerah. Sementara porsi belanja modal pada APBD relatif kecil sehingga pembangunan infrastuktur di daerah lebih banyak mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat.  Jadi, selain pelaksanaan belanja daerah yang masih belum berkualitas, kemampuan keuangan daerah dalam memenuhi pelayanan publik juga masih rendah.

Redesign Desentralisasi Fiskal

Selain permasalahan di atas, implementasi desentralisasi fiskal masih menyisakan berbagai isu strategis yang perlu ditangani secara komprehensif. Beberapa isu krusial tersebut antara lain (1) ketimpangan keuangan vertikal maupun horizontal, (2) tingginya gap pelayanan publik antara daerah maju dan daerah tertinggal, (3) besarnya ketergantungan pemerintah daerah kepada dana transfer karena belum optimalnya pendapatan asli daerah, (4) serta pelaksanaan anggaran daerah yang belum berkualitas (quality spending).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun