Kopdar RVL ke-3 adalah salah satu agenda yang saya nantikan. Dinantikan karena memang saya meyakini selama kegiatan itu berlangsung pasti akan adanya berbagai hal positif yang menghampiri diri. Persis seperti yang saya rasakan tatkala menjadi bagian dari kopdar RVL ke-2 yang dihelat di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Yogyakarta. Tentang hal itu telah saya abadikan dalam buku solo saya ke semblian: Dari Kopdar ke Kopdar.Â
Saking antusiasnya saya benar-benar menyiapkan berbagai persyaratan yang dibutuhkan. Alokasi dana, memilih transportasi hingga menandai tanggal perhelatan acara. Alokasi dana tentu berkaitan banyak dengan nominal harga pendaftaran setiap peserta, ongkos pulang pergi sampai dengan camilan pendamping selama menempuh perjalanan.Â
Tentang hal itu saya banyak belajar dari kopdar ke-2 di Yogyakarta, jangan sampai saya kelaparan manakala sudah tiba di lokasi acara. Sebab, di lokasi acara tidak mesti tersedia kantin yang 24 jam buka seperti warung Madura. Sesuatu hal yang sebelumnya tidak sempat terprediksi dan saya duga. Padahal di rundown kegiatan konsumsi baru akan diberikan tatkala sarapan pagi. Sementara saya datang satu malam sebelum perhelatan acara.Â
Tidak ingin mengulang kejadian yang sama, akhirnya saya membuat notice di kepala, saya harus membeli makanan tatkala tiba di stasiun tujuan pemberhentian. Lelaki lajang seperti saya harus mandiri dan serba bisa. Tak terkecuali ngopeni kebutuhan perut di mana pun berada.Â
Waktu kopdar tinggal menghitung hari. Saya bingung milih transportasi apa yang hendak dinaiki. Saya berusaha mencari transportasi yang benar-benar efektif dan terjangkau di saku. Tanggal tua menjadikan saya harus mengambil keputusan sebaik mungkin. Sampailah saya pada dua opsi: antara naik kereta atau travel.Â
Pertama saya berusaha mencari informasi terkait besaran kocek yang harus ditebus untuk perjalan Tulungagung-Batu jika naik travel. Setelah mengorek informasi beberapa saat, nominal itu muncul diharga Rp. 125.000. Harga yang lumayan mahal. Namun keuntungan naik travel adalah penumpang diantarkan ke tempat tujuan pas. Sesuai titik lokasi perhelatan acara. Persisnya diturunkan tepat di depan gedung kegiatan itu dihelat. Jadi, saya tidak harus repot-repot pesan ojek online via aplikasi.Â
Kedua saya memastikan jadwal keberangkatan dan ketersediaan tiket kereta api lokal. Setahu saya harga tiket kereta api Penataran Dhoho, Tulungagung-Malang baik via stasiun Malang Kota Lama atau Malang Kota Baru, dari dulu sampai sekarang tepat sama, tertengger diharga Rp. 15.000. Harga ekonomis untuk semua kalangan masyarakat.Â
Aplikasi Access by KAI saya buka. Ternyata tiket KA Penataran Dhoho Tulungagung-Malang tinggal satu seat. Mengetahui fakta itu, sontak sisa seat dengan buru-buru saya booking. Saya mafhum betul, kompetisi pemesanan tiket KA di aplikasi benar-benar cepat. Semua bisa raib dalam hitungan detik. Aksesnya sangat bergantung pada kecepatan koneksi internet dalam gadget yang kita miliki. Lengah sedikit kita gigit jari.Â
Zaman sekarang memang sudah canggih. Apa pun dapat dibeli via aplikasi online. Tidak seperti zaman dahulu kala, apa-apa harus datang langsung ke stasiun. Pembelian ataupun pembatalan tiket harus mengisi formulir manual ditulis tangan. Harus diakui bersama, semenjak teknologi informasi kian mutakhir semakin mudah pula segala bentuk transaksi yang kita lakukan.Â
Masalahnya sekarang saya harus memastikan ketersediaan kendaraan dari stasiun ke Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Batu. Saya coba cek di aplikasi Grab, ternyata ada. Kocek yang harus dibayar kisaran Rp. 80.000-an. Setelah dihitung-hitung, tentu masih terbilang jauh lebih murah jika dibandingkan saya naik travel dari Tulungagung-Batu. Keputusan sudah saya ambil. Saya akan berangkat via kereta api, pulang mengandalkan jasa travel.Â