Siapa gerangan yang menganggap serius pertanyaan anak kecil selain kedua orang tuanya? Saya kira tidak ada. Tidak ada seorang pun yang memandang serius semua celetukkan anak kecil.Â
Pertanyaan mendasar tentang suatu objek yang ada di sekitar tak lebih dipahami sebagai bentuk penasaran sesaat. Pertanyaan tentang perbedaan warna dan makhluk yang baru ditemuinya tak ubah sebatas bentuk ketertarikan.Â
Ketertarikan yang akan sirna seiring kelelahan menimpa diri. Ketertarikan sesaat yang dilupakan seiring berjalannya waktu. Bahkan ada asumsi liar yang diyakini akut: Jika hal yang sama dipertanyakan berkali-kali dimaknai sebagai ocehan semata.Â
Karena ocehan maka boleh dijawab ataupun tidak. Rentetan pertanyaan random si kecil yang tumpah ruah ke muka itu tak lebih hiburan bagi siapa pun yang berada di dekatnya.Â
Tak cukup hanya bertanya dalam tataran ontologis, kian beranjak usia anak pertanyaan itu pun semakin kritis dan mendalam. Bisa dikatakan pertanyaannya naik level; dari ontologis ke epistemologis. Menanyakan tentang Tuhan, fungsi kerja indera, alasan logis mengapa ia menangis, mengapa ia bisa sakit gigi dan masih banyak lainnya.
Pada level ini pertanyaan anak menuntut alasan logis, jawaban runtut (mekanisme, teknis dan sistemis) yang mampu diterima akal dan memuaskan dahaga bertanya lebih lanjut. Pertanyaan yang sama sekali tak cukup dibungkam dengan jawaban normatif. Jawaban takdir Tuhan benar-benar tak cukup memuaskan sang anak.Â
Kendati niat awalnya baik, yakni berusaha mengenalkan sisi normatif (an sich) kepada sang anak secara dini namun jika hal itu dipaksakan terus-menerus, bahkan sudah membudaya, berarti orang tua (siapa pun orang terdekat yang menjawab) turut andil mengerdilkan cara berpikir sistemis, logis dan dapat dipertanggungjawabkan oleh sang anak.Â
Pendek kata, jawaban yang diberikan oleh orang dewasa sekitar tak ubahnya transfer pengetahuan bagi sang anak. Tak hanya transfer pengetahuan namun mengkonstruk sekaligus merangsang perkembangan cara berpikir, mengajarkan cara bersikap dan merespon berbagai masalah yang dihadapinya kelak.Â
Sungguh, di sinilah titik pijak pentingnya memberikan jawaban bijak, respon dan cara bersikap yang baik terhadap anak. Bukankah anak yang tumbuh di lingkungan positif akan jauh lebih baik daripada anak yang tumbuh-kembang dalam asuhan pergaulan sosial yang rusak?Â
Sebagai orang berakal dan dewasa tentu anda mengerti perbandingan hingga dampaknya di kemudian hari.Â