Terakhir yakni Jangka. Sebagaimana diketahui bersama, jangka dalam KBBI diartikan sebagai alat untuk membuat lingkaran (bulatan); benda berkaki dua yang langkahnya mampu dilebarkan atau disempitkan. Umumnya kita familiar dan sering menggunakan jangka dalam mata pelajaran matematika.Â
Jangka dalam konteks ini tidak berbeda jauh dengan makna aslinya, yakni tulisan dapat dijadikan sebagai alat atau jembatan untuk menunjang proses menyempurnakan lingkaran hidup seseorang. Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai dosen ataupun guru dapat menggunakan karya tulisnya untuk menunjang kenaikan pangkat.Â
Lantas bagaimana dengan nasib seseorang yang suka menulis tapi tidak berkarier di dunia akademis? Apakah karya yang dihasilkannya akan tetap menjadi jangka untuk proses kehidupannya? Ya tentu saja. Pada akhirnya apa yang kita tekuni dengan sungguh-sungguh, utamanya dalam konteks ini menggeluti dunia literasi (terus belajar, membaca dan menulis) sudah pasti akan menemukan momentum wow pada saatnya yang tepat. Yakinlah tidak ada perbuatan baik yang sia-sia, terlebih-lebih apa yang kita kerjakan berdasarkan kemurnian hati dan jiwa.
Sebagai contoh kita amati bagaimana alur kehidupan sosok Andrea Hirata melalui beberapa novelnya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Ayah, Edensor dan lain sebagainya. Ada juga Asma Nadia (istri Mas Isa Alamsyah) yang namanya kian meroket tinggi setelah beberapa novelnya seperti Muhasabah Cinta, Assalamualaikum Beijing, Rumah Tanpa Jendela, booming difilmkan.Â
Atau mungkin kita juga bisa belajar banyak dari Habiburrahman El Shirazy, novelis yang sebagian besar novelnya difilmkan. Seperti Ayat-ayat Cinta, Dalam Mihrab Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Cinta Suci Zahrana. Dari mereka kita bisa belajar, bahwa manfaat tulisan benar-benar menjadi jangka.
Tulungagung, 03 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H