Tulisan ini melanjutkan alur persoalan sebelumnya (bagian 4) dari artikel yang berjudul; Syukur di Balik Kerapuhan Rasa dan Psikis di Hari Raya yang diunggah di blog: dewaralhafiz.blogspot.com
(Bagian 5)
Lanjutan: Stigma dan stereotip yang berpangkal tajassus
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya; apakah kasus yang demikian benar-benar ada? Atau memang masih sempatkah terlintas dalam benak kita untuk mengajukan pertanyaan yang demikian tatkala sedang bersilaturahim? Jawabannya; tentu ada dan selalu memiliki kesempatan, meski kita sendiri mungkin jarang memperhatikan, mengoreksi dan menggubrisnya.Â
Bahkan sebagian dari kita bersikap permisif terhadap hadirnya berondong pertanyaan tajassus itu sembari membuang tawa yang sedikit menggelitik. Satu ekspresi yang terkatung-katung di antara dua persimpangan; antara hendak memalingkan muka untuk menafikan kenyataan dan menertawakan keadaan diri yang dipandang sebagai satu keprihatinan. Dan ini adalah salah satu hal yang cukup membingungkan.
Mengapa membingungkan? Sebab dalam kasus ini seakan-akan kita melulu ditempatkan pada posisi yang serba salah. Ada asumsi, bahwa orang lain lebih memahami dan mengerti tentang bagaimana keadaan yang sedang terjadi di dalam diri kita pribadi dibandingkan dengan pemahaman versi diri kita sendiri.Â
Alhasil karena itu pula, keadaan yang menurut kita baik-baik saja, justru yang ada dalam pandangan mereka adalah sebaliknya. Setiap pribadi kita senantiasa menyimpan luka, derita dan keprihatinan hidup yang langgeng dalam genggaman asa. Tirai-tirai rahasia itu pandai berselimut dalam lagak pilon yang berpura-pura.Â
Sebagai gambaran konkretnya, ambil saja beberapa butir pertanyaan yang secara umum kerap ditujukan kepada sebagian di antara kita. Contohnya sebagai berikut:Â
"Wah, sudah lama ya kita tidak ketemu? Sekarang semakin gemuk saja nih. Kok semakin kurus saja si? Kapan nih mau lebaran bawa gandengan? Kapan nih mau punya momongan? Kapan nih mau nambah momongan lagi? Masa iya si... sudah nikah tapi kok masih nebeng mertua? Kapan mau punya rumah sendiri? Masih naik motor saja, mobilnya kemana tuh? Wah, bajunya bagus nih, habis ngutang di mana si? Dan pertanyaan sarkastis lain yang tidak mungkin saya sebut satu persatu.
Dalam pandangan yang negatif, keberlakuan berondong pertanyaan tajassus dalam proses silaturrahim pasca lebaran Idulfitri pada dasarnya dapat diklasifikasikan sesuai dengan objek yang menjadi fokus dari pertanyaan tersebut. Adapun klasifikasi pertanyaan dan pernyataan tersebut di antaranya; body shaming, hasut, dengki, namimah, tamak dan sarkastis.
Pernyataan dan pertanyaan body shaming