Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lima Hal Kecil yang Berarti

31 Desember 2020   12:54 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:26 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam menjalani rutinitas sehari-hari terkadang kita cenderung tertarik pada segudang rencana besar yang harus diwujudkan. Fokus kita selalu terjebak dalam ritme permainan strategis untuk menggenapkan segala hal yang dikehendaki. Entah itu dalam upaya menggapai hal profan, seperti kemapanan sandang, pangan dan papan. Atau mungkin sebaliknya, ketenangan jiwa yang sebagian kecil orang cari.

Kesibukan "mengejar-ngejar dan menjadi gila" itulah yang kerap kali membutakan kejernihan hati dan pikiran kita, bahwa sesuatu yang besar itu sejatinya dimulai dari hal kecil yang berarti. Laiknya anak tangga yang sama rata memberi kontribusi. Tinggi-rendah bukan biang untuk menjadi caci maki melainkan tahapan proses yang harus dinikmati.

Dari sekian banyak hal kecil yang kerap kali kita lupakan sebagai anak tangga tersebut ialah tepat waktu tatkala berjanji, tiga kata ajaib; ma'af, tolong dan terimakasih, mendengar terlebih dahulu baru menjawab, mengingat nama orang dan berkata baik atau diam.

Pertama, tepat waktu tatkala berjanji. Tepat waktu adalah salah satu hal penting yang kerapkali kita abaikan. Bahkan saking abainya, molor (jam karet) pun menjadi tradisi yang mendarah daging dalam segala aktivitas yang kita sapa. 

Sejauh pengamatan saya, tepat waktu ini adalah tantangan luar biasa yang benar-benar belum tertundukan oleh sang empu karsa secara merata. Siapa pun orangnya, tatkala dia senantiasa tepat waktu dalam segala hal tentu termasuk manusia istimewa. Barang langka yang sangat diniscayakan kehadirannya.

Sehingga logikanya, ketika orang telah mampu tepat waktu dalam segala hal, niscaya dia akan tepat waktu tatkala memenuhi janji. Disiplin akan menjadi karakter kuat dalam menaklukkan segala onak yang dihadapinya. Keajegan dalam bersikap disiplin inilah yang nantinya akan mengantarkan seseorang pada titik konsisten yang sering kita sebut dengan istilah istikamah.

Istikamah dalam melakukan hal kecil yang positif lebih baik daripada mengerjakan kebaikan besar yang sekali saja dalam pengerjaannya. Bahkan dikatakan pula, istikamah adalah salah satu anugerah yang diberikan kepada manusia pilihan layaknya karomah. Namun dalam konteks yang lebih intim, sebagian orang menyebutkan istikamah lebih baik dari karomah yang hadirnya hanya sekali dalam sejarah.

Masalahnya, sudahkah kita istikamah tepat waktu dalam mengerjakan segala hal? Termasuk tepat waktu tatkala berjanji.

Kedua, mengamalkan tiga kata ajaib; ma'af, tolong dan terima kasih. Pada dasarnya manusia adalah makhluk egois. Makhluk cerdas yang kerap kali bersikap culas, hendak menang sendiri, merasa paling benar dan mencari keuntungan secara pribadi. Hal itu tidak lain adalah realitas kehidupan yang sedikit banyak melulu berusaha kita taklukkan dan terus-menerus sibuk kita tutupi.

Sadar ataupun tidak, hal itu dibuktikan oleh sebagian besar di antara kita yang lebih suka dipuji, menggenggam persepsi "kemantapan" dalam zona nyaman karena gelimang serba memiliki dan terus berpacu pada titik tertentu yang khalayak ramai sebut dengan prestasi. Hingga akhirnya kita lupa bahwa semua itu hanya akan terwujud melalui proses panjang interaksi, saling mengakui dan menghargai. Satu anak tangga yang hanya akan dicapai dan tidak luput dari adanya komunikasi.

Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial inilah urgensi komunikasi perlu dibangun sedemikian idealitas berdasarkan normativitas kesepakatan bersama. Utamanya bila mengingat, bahwa manusia tidak akan pernah mampu mengerjakan semua tugas, kebutuhan dan kewajiban secara mandiri, melainkan berpijak pada fondasi yang sering kita sebut kerjasama dan gotong royong di antara sesama. Mutualisme simbiosis persisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun