Curah hujan tepat di sepuluh hari penghujung bulan September ini menandakan musim penghujan telah tiba. Satu musim yang sejak lama sudah tidak menentu kehadirannya. Pergantian di antara musim yang kian tidak jelas pembagiannya.
Meski tidak karuan, kehadiran musim penghujan ini secara pasti disambut suka cita oleh semua orang, terlebih lagi setiap personal dapat merasakan dampaknya. Entah itu para petani, pedagang, pegawai kantoran, pelajar dan profesi lainnya akan berusaha melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan musim ini.
Para petani di satu sisi akan berjingkrak ria, karena masuknya musim penghujan ini adalah waktu yang tepat untuk bercocok tanam di sawah dan ladangnya. Tidak menutup kemungkinan, intensitas curah hujan ini menjadi motivasi tersendiri untuk lebih giat lagi dalam bekerja.
Sebaliknya, mungkin akan berbeda cerita tatkala musim penghujan ini justru menjadi salah satu biang keladi di balik gagalnya panen raya yang diidam-idamkan oleh para petani. Bagaimanapun jenis tanaman seperti padi, tomat, cabai dan tanaman rambat lainnya akan mudah membusuk dikala buahnya terendam air terlalu lama.
Lain halnya dengan tanaman yang memiliki struktur pohon yang lumayan tinggi, sehingga kemungkinan membusuk buahnya sangat sedikit. Di antaranya seperti jagung, tebu dan lain sebagainya.
Dua kutub yang bertolakbelakang sebagai akibat dari pergantian musim itu juga turut dirasakan oleh para pedagang. Di satu sisi, ada sebagian pedagang yang merasa bersyukur atas datangnya musim penghujan. Sementara di sisi lain terdapat sekelompok pedagang yang menyesalkan perubahan keadaan terlalu cepat.
Para penjual gorengan, bakso, mie ayam, varian soto, pentol, mie rebus dan goreng, nasi goreng, jagung rebus dan bakar, kacang rebus, ronde serta varian makanan dan minuman lainnya yang disajikan tatkala panas dan hangat termasuk sebagian mereka yang bersyukur.
Mengapa demikian? Karena seiring limpahan curah hujan itu; warung-warung, kedai-kedai, kios-kios, angkringan dan tempat bentuk lain banyak laris diserbu para pelanggan. Bahkan tidak menutup kemungkinan rezekinya lebih mudah dari hari biasanya.
"Ya, kini Dewi Fortuna sedang berbaik hati kepada mereka", pecinta ramalan Yunani kuno itu memungkas kata. Begitu halnya  kalangan muslim yang juga percaya, Mika'il sebagai malaikat penebar rezeki memang benar-benar telah memberkati sebagian yang lain sesuai waktunya.
Sedangkan para penjual makanan dan minuman yang berbahan dasar varian es, juz dan rujak buah (petis) tidak menutup kemungkinan tergolong sebagai segelintir orang yang berusaha menerima keadaan sembari diam-diam menggerutu dan menghardik keadaan.
Kata serampangan sebagai wujud kekesalan tak ragu dilontarkannya. Rasa iri telah genap memenuhi dada sebagian manusia. Â Manusia memang gemar melupa bahwa setiap orang membawa tiap-tiap rezeki bagiannya.