Dari sekian banyak keterkaitan dan pola yang berlaku dalam dunia literasi, membaca buku adalah satu hal penting yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari lahirnya tulisan yang mengandung ide-ide baru atau sekadar refleksi.Â
Aktivitas membaca buku di era digitalisasi sekarang ini bisa dilakukan dengan dua cara, yakni membaca buku secara manual dan membaca buku versi digital.Â
Membaca buku secara manual lebih banyak melibatkan common sense, sensasi tersendiri dan aroma khas kertas buku menjadi kenikmatan yang tidak dipungkiri.Â
Membaca buku secara manual di sini bila dianalogikan seperti halnya kita menemukan bunga mawar di taman, yang kemudian dijerat dengan pandangan kedua bola mata, kita raba keindahannya dengan jemari hingga kita hirup aroma khas yang melekat di dalamnya sebagai identitas asali.Â
Percaya atau tidak, keterlibatan indera peraba atas setiap lembar kertas buku yang kita baca seakan-akan menjadi tantangan tersendiri sekaligus motivasi yang harus dinikmati.Â
Terlebih-lebih apabila kita berbicara banyak tentang kuantitas dan kualitas satu buku yang benar-benar sangat ingin kita hatamkan dalam beberapa hari. Sudah barang tentu penjelajahan itu akan memberi kesan dan pemahaman yang berbeda sekaligus berarti.
Sementara apabila kita membaca buku versi digital yang dominan dalam bentuk format pdf, rasa-rasanya kita hanya sibuk mengandalkan indera penglihatan semata tanpa benar-benar bisa meraba dan mengendus aroma khas kertas yang dimiliki oleh buku tersebut. Â
Dalam konteks ini, sudah barang tentu membaca buku digital memiliki citarasa dan sensasi yang jauh berbeda dengan versi asli. Meskipun demikian, namun di satu sisi kita juga tidak dapat menapikan segala bentuk kemudahan yang ditawarkan olah buku digital. Di mana puluhan bahkan ratusan buku mampu terintegrasi dengan baik dan sangat ringan dalam wujud file bila dibandingkan dengan buku asli.
Pada sisi yang lain, selain bersifat fleksibel untuk dibawa ke mana-mana dan hendak dibaca mana suka, pada kenyataannya dijadikannya buku versi digital juga turut berkontribusi mengalihkan produktivitas persebaran buku, merosotnya kualitas dan mudah dibajak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.Â
Disadari atau tidak, kedua cara membaca tersebut memiliki sisi keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda. Sementara salah satu piranti atau media dalam proses menyukseskan membaca adalah pembatas buku.
Pembatas buku berfungsi sebagai alat bantu dalam menandai sejauh mana kita membaca buku. Pendek kata, setiap jeda dalam membaca suatu buku ya ditandai oleh pembatas buku.Â
Coba saja dibayangkan, seandainya kita sangat gandrung membaca buku akan tetapi tatkala berhenti di lembar tertentu, tidak ada media yang menandakan persis di mana terakhir jeda, mungkin kita akan bingung darimana akan kembali memulainya.
Nah lho... Terlebih lagi tatkala kita membuat jeda dalam membaca buku itu terlalu lama, sudah dapat dipastikan ambyar seketika. Pertanyaan mendasarnya, masa iya kita akan mulai membaca buku itu dari awal kembali?
Jika bukunya tipis si mungkin-mungkin saja untuk diulangi, tapi jika ketebalan buku itu sampai ribuan? Lantas mau bagaimana?
Sampai di sini, mungkin secara pribadi kita sudah mulai memahami betapa pentingnya pembatas buku. Meskipun kecil dan kadang disepelekan, keberadaan pembatas buku ini memiliki peranan penting dalam menopang kelangsungan khatamnya membaca.
Bentuk dari pembatas buku sendiri umumnya persegi panjang. Biasanya pembatas buku ini kerap kali mengambil gambar yang sama dengan cover buku. Bahkan ada juga pembatas buku yang berusaha menyisipkan kutipan langsung dan intisari dari topik pembahasan dalam buku.
Selain bentuk, ada banyak pula jenis-jenis pembatas buku, di antaranya ialah sebagai berikut;
Pertama, menggunakan pembatas buku yang merupakan bawaan dari buku tersebut. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, umumnya standar pembatas buku itu disesuaikan dengan warna, desain dan sisipan kalimat yang relevan dengan topik pembahasan dalam buku.
Kedua, menggunakan pulpen atau pensil sebagai pembatas buku. Biasanya ini dilakukan tatkala buku yang bersangkutan memang tidak memberikan pembatasan buku. Sehingga tatkala sedang asyik membaca buku dan terpaksa harus berhenti, maka pulpen atau pensil pun bisa diselipkan menjadi pilihan alternatifnya.Â
Ketiga, menggunakan struk belanja sebagai pembatas buku. Dijadikannya struk belanja sebagai pembatas buku ada tiga kemungkinan; antara memang tidak ada pembatas buku bawaan di dalam buku tersebut, hendak mengingatkan diri pribadi untuk lebih hemat dalam berbelanja atau mungkin benar-benar tidak ada kertas lain yang tersedia di sekitarnya.
Keempat, post it. Maksud post it di sini ialah berusaha berhenti atau jeda membaca tepat di bagian setiap post-post yang ada di dalam buku. Setiap post-post yang ada di dalam buku ini bisa juga diartikan berhenti pada satu topik pembahasan tertentu. Dan itu dijadikan sebagai tanda pembatas.
Kelima, menggunakan under line atau coretan pulpen atau pensil sebagai penanda. Menandai di mana akhir kita membaca juga dapat menggunakan coretan pulpen atau pensil pada halaman yang dimaksud. Tanda under line ini persis seperti kita menemukan istilah atau informasi yang dianggap penting dalam suatu paragraf pada halaman tertentu.
Keenam, berusaha melipat kertas sebagai pembatas buku. Apabila kita tidak menemukan media yang ada di sekitar untuk dijadikan pembatas buku, adakala kita lebih sering memilih utuk melipat halaman di mana kita terakhir jeda.Â
Padahal melipat kertas sebagai pembatas buku ini sangat tidak dianjurkan. Mengapa demikian? Sebab bisa jadi halaman yang kita tekuk itu robek dan menghilangkan estetika dari buku tersebut.Â
Sementara yang terakhir sekaligus pamungkasnya, yakni kita berusaha menjadikan ingatan kita sebagai pembatas buku. Mengendalikan ingatan sebagai pembatas buku, sebenarnya hanya bisa dilakukan oleh segelintir orang yang memang memiliki daya ingat yang tajam.
Sedangkan bagi khalayak yang dhoif dan mudah lupa, sangat tidak dianjurkan untuk menjadikan ingatan sebagai pembatas buku. Bagaimanapun mengingat halaman terakhir di mana kita berhenti membaca jauh lebih susah dibandingkan mengingat berapa jumlah mantan. Heuheu.Â
Nampaknya menjadikan ingat sebagai pembatas buku sangat kurang tepat dan sukar untuk dilakukan. Mengingat, persaingan ketat dalam ingatan kita terus-menerus berkelindanan, antara bagaimana melunasi utang, berfantasi yang tinggi dan terjebak romantisme kenangan.
Pertanyaannya, pembatas buku jenis apa yang anda gunakan? Kalau boleh saran, lebih menarik lagi kalau akhir bacaan anda ditandai dengan menggunakan uang. Setelah itu, biarkan buku yang bersangkutan saya pinjam. Bolehkan?
Pukul 00: 03 WIB.
Tulungagung, 22 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H