Ada banyak pembagian waktu dalam agama Islam, di antaranya: waktu untuk menunaikan ibadah salat, puasa, mengeluarkan zakat, ibadah haji, umrah, waktu yang tepat untuk berdo'a, melafalkan akad, mengikrarkan janji, mengazamkan niat dan lain sebagainya.
Setiap masing-masing waktu itu memiliki cakupan ruang, kuantitas, intensitas dan aturan tertentu yang berlaku khusus dalam menunaikan satu perbuatan yang dikehendaki oleh subjeknya, sehingga sangat tidak mungkin untuk saling memukul rata satu sama lain di antaranya.Â
Misalnya saja, waktu yang berlaku untuk menunaikan salat tidak pernah bisa disamakan dengan waktu yang berlaku dalam mengeluarkan zakat. Begitu halnya rentan waktu untuk menunaikan ibadah puasa tidak akan sama seperti waktu dalam menunaikan ibadah haji atau umrah.
Meskipun demikian, dari sekian waktu yang telah disebutkan di atas, namun penulis di sini lebih tertarik untuk sedikit mengorek waktu terkait dengan ibadah salat.
Allah SWT berfirman dalam surat An-nisa ayat 103:Â
"Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasanya). Sesungguhnya salat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman".
Ibadah salat hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Kewajiban yang berlaku untuk setiap individu ini dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah fardu 'ain.Â
Sementara kewajiban yang pelaksanaannya cukup dikerjakan oleh perwakilan saja disebut dengan istilah fardu kifayah. Seperti halnya mengurusi dan menyalatkan orang yang meninggal dunia.Â
Dahulu, sebelum varinitas jam tercanangkan sebagai parameter perputaran waktu, untuk mengetahui telah dimulainya masuk waktu salat fardu dipahami dengan membaca tanda-tanda yang berasal dari pergerakan alam semesta.Â
Utamanya, perputaran matahari yang bertautan dengan panjang-pendeknya bayangan satu objek tertentu dan hadirnya mega. Termasuk di dalamnya kemunculan lembayung sebagai tanda memasuki waktu salat magrib.
Pembahasan tentang waktu salat fardu melalui pembacaan tanda-tanda pergerakan alam semesta ini saya temukan dalam kitab Safinatun Naja. Salah satu kitab populer karya ulama besar tanah Banten, Syekh Nawawi al-Bantani. Sementara dalam tingkatan sekolah formal, materi ini saya lahap pada tahun kedua di masa putih-biru.