Kupapak sang fajar dengan niat tulus tercongkol di sanubari
Sejumput tekad kudapati sedang asyik menggubris dingin menyelimuti
Rasanya, sekujur awak membeku di ubun hari
Tapi itu bukan alasan berat teruntuk beranjak pergi
Entahlah, entah telah seberapa lanyah aku merendahkan keramik-keramik yang tak luput dari segi
Mungkin tak terhitung jemari
Dan sekarang, terus aku susuri
Rasa-rasanya aku telah merenggut pesona dirinya nan berseri-seri
Beningnya telah berganti kusam kini
Tak dapat terpungkiri,
Gemricik muntahan air di keran bersimpang siur dengan gema toak nada elegi
Kupikir itu epilog, nyatanya deretan panjang afeksi
Ingatanku mengatakan, "estafet bahasa itu tidak lain jamuan Ilahi!"
Di kamar mandi,
Masih saja ruang hening saling suka dalam berbagi
Meski samar namun hadirnya tetap menusuk di ulu hati
Menghujam kuat mendekap diri
Terus mengalun mendikte bulu Roma berdiri
Selang sesaat kubasuh minyak di wajah  berkali-kali
Hingga sadarpun menggerayangi
Jendela daun telinga masih jelas terketuk-ketuk samudera puji
Hanya panggilan salat fajar itu yang menyelangi
Sejenak termenung di atas sajadah pun tak dapat terhindari
Kilas balik persimpangan ingatan itu mengantarkanku pada meja yang lengang tanpa isi
Baik itu secangkir kopi maupun roti
Atau bahkan seonggok toples Khong Guan tersandung remah-remah rengginang rasa terasi
Apa harus aku mengadu biung di rumah?
Ah, keyakinanku tak pernah mendefinisikan diriku sebagai yang lemah
Meski nyatanya anak manusia itu hanya mampu menambah susah
Menata kebutuhan ini-itu menjadi alamat mubah
Aku terperanjat, terlilit tali pusar bernama sepi
Dan terhiyak kalau-kalau Ied Mubarak ini bukanlah Fitri
Mana mungkin angpau itu akan diberi
Toh, baju baru itu telah terampas pandemi
Kutengok dalam-dalam tetangga menggiring anak berturut isteri
Menyelendangkan sajadah di bahu kiri
Melenggang kaki sembari menebar parfum kasturi
Sementara setengah wajahnya terbalut masker kain Asahi
Tepat di selasar Masjid agung itu orang-orang sedang kepayang menikmati
Sekonyong-konyong keakuan sirna dalam imajinasi
Kutafsiri dengan lancang dalam tabir intuisi
Mereka bertawaf di selingkung Ka'bah mengilingi
Segunung sayang tak mampu membeli musafahah beriring cipika-cipiki
Yang nampak jelas seusai khotbah melaron diri