Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menipu

25 Juli 2020   21:43 Diperbarui: 25 Juli 2020   21:33 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Harus kutebus dengan apa kesingkatan hidup ini?
Perlukah ditundukan hingar-bingarnya dengan kefakiranku?
Haruskah kurampok setiap Jamrud permata di khatulistiwa?
Atau mungkin memperbudak kepuasan diri adalah cara kerja terbaik sepanjang masa

Benar-benar tak habis pikir
Bagaimana mungkin aku mampu menegaskan diri sebagai seorang manusia?
Jika memang kutemukan dalam benak puspawarna kebinatangan yang otoriter
Jiwa-jiwa tetumbuhan sangat subur menjulur
Candu sekaligus Rahmat Tuhan yang menjadi mahar teruntuk sakau

Aku hampir gila karena todongan prasangka dan muara curiga yang sibuk mencecar
Aku bersikap diam dituduhnya tak berdaya
Memberontak disebutkannya makhluk berpendidikan tak berakhlak
Melawannya dengan logika dipandang penuh jumawa merengkuh gunung membopong langit
Lantas apa yang harus kulakukan?

Cukupkah berlagak pilon?
Bersembunyi di balik satire bernafaskan belenggu termaram
Berlindung kepada kesatruan tak berdasar dan tahu-menahu betul tentang selimut kegetiran
Berteduh pada bait-bait syair sarkastik yang labil dan tak bermakna
Persis rangkaian dalil ocehan di atas ketidakwarasan pun atau rancauan orang yang amnesia

Sekarang apa yang harus kuizinkan?
Siapa-siapa yang harus kupersilakan
Mengetuk-ngetuk keluguan diri tanpa perhitungan
Menggerayangi tubuh pikiran tanpa sungkan

Tepat di pusar gundukan terakhir bukit itu kutemukan lolongan anjing
Sementara orang-orang sibuk menyanksikan parau suaranya hingga menyulut api pertikaian
Persis nasihat Heraclitus berceritakan tentang omong kosong
Semakin nyaring rumpun bebunyian, kehampaan itu semakin nyata menjelma
Kebebalannya kian kentara ke muka
Sementara mematung memahat kebisuan adalah lantaran kedalaman citra pemahaman

Namun itu bukan berarti terlambat dalam mencekal arti atas kehidupan
Sebab substansi hidup hanyalah perubahan
Setiap waktu memberi ruang pembaharuan
Menaruh celah untuk berbagai jenis paras kesempatan
Dan kuncinya hanyalah satu, lambar kesungguhan dirimu tentang melek

Kini biarkanlah kejujuran menghakimi hasratmu
Menguliti banalitas kerak pandanganmu tentang riwayat singkat yang dikenal dengan kesadaran
Percaya pun atau tidak, pengetahuan sempitmu takan pernah mampu menjadi penawar ketenangan
Tak pernah manjur menyembuhkan takdirmu yang kian mujur

Dalam bimbang tak berujung mendefinisikan ini ingin kutaruhkan satu nama
Hendak kutitipkan segala sesuatu tentang Aku
Yang hilang dalam bahasa kalbu, turut meredup di bawah pikiran kaku

Tulungagung, 25 Juli 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun