Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anak Manusia

10 Juli 2020   09:56 Diperbarui: 10 Juli 2020   09:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Teranugerahi akal sebagai pembeda
Tertitipi hati teruntuk mencerna hikmah di balik peristiwa
Ikhtiarnya tanpa henti di punggung zaman, adalah cerita pilu mengenai mahkota
Tersebutkanlah ia sebagai manusia

Tidak salahkah? Coba sekali lagi kau eja
Mungkin aku telah keliru mendengar parau suara
Makhluk itukah yang dikabarkan Tuhan sebagai penguasa?
Ah, jika memang benar itu adanya
Tetap saja aku sedikit menaruh ragu bercampur curiga

Lantas, mengapa?
Mengapa sedemikian rupa
Apakah kau termasuk golongan yang mendustakan firman-Nya?
Hingga akhirnya stigmatif pun dilayangkan kepadanya
Memvonis lebih dulu sebelum kita mengenal lebih jauh tentangnya
Pun atau sekaligus memahaminya

Coba, utarakanlah gumpalan kesah yang bersarang di dada
Tumpahkanlah apa-apa kebenaran tentang dirinya
Tentu ini bukan sekadar mengorek bukti yang nyata
Melainkan, ketidakpercayaan yang harus ditebus dengan alasan yang mengena

Baiklah, kini kan ku dikte garis besar ulahnya ke muka
Kau lihat gunung subur nun jauh di sana?
Itulah pengibaratan memandang seonggok daging yang kita sebut manusia
Nampak menawan dari kejauhan, setelah manatapnya dalam dekat, engkau berkeinginan mengeksploitasinya
Subur yang melambai-lambai, kini gersang tanpa nyawa

Kau pasti tahu-menahu betul tentang pantai indah di Halimunda, bukan?
Dimana bilik-bilik pemuja nafsu syahwat itu berdiri kokoh di setiap lekuk pinggiran
Tempat pesta pasca panen nelayan
Ruang-ruang transaksi jual beli sebangsa selangkangan

Ah, bukan tuduhan dan hujatan itu yang hendak kutunjukkan
Bukan pula membongkar aib bias gender sesama itu yang menggelikan
Dengan bar-bar mengupas hasrat keingintahuan
Hanya sebatas mengambil sisip pembelajaran

Di muara sesungutan persekongkolan hidung belang itu ada kabar yang menggirangkan
Di mana keindahan biota laut dapat menarik berbondong-bondong para wisatawan
Dan pepohonan menjulang tinggi itu bak sumber yang melanggengkan kehidupan

Namun, hal apa gerangan yang terjadi kemudian?
Abrasi, erosi, tandus,
Kini sejuknya tak lagi terendus
Hewan-hewan pelipurlara itu punah sekalipun tikus

Ya, tikus.
Tikus yang pandai berjalan itulah yang telah terlanjur rakus
Mengeruk, menebang dan mengakuisisi segala kekayaan alam kita dengan penuh ambisius
Pun aku tidak begitu yakin dengan apa mereka mengangkut, entah metro mini ataupun perahu cangkalang melawan arus

Ah, sialnya aku juga terlahir dari jenis yang sama
Dari rahim buah cinta sepasang manusia yang telah bersaksi teruntuk setia
Meski demikian, aku sangat tidak yakin kedua orangtuaku mewarisi tradisi tak berlogika
Pandai berjingkrak ria di atas kepayahan kaum jelata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun