Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tut

20 Januari 2012   23:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:37 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Anak perempuan kok centil banget datang-datengin lelaki” Itu kata Emak mengomentari Tut yang sering datang kerumah kami, Emak ga pernah mempersoalkan Chinanya, sebab itu juga yang dikatakan Emak ngomentari Nyi yang juga sering datang kerumah kami. Nyi cantik tinggi semampai seperti itu lho Maudy Kusnaedy, tapi entah kenapa aku lebih suka Tut. Tut, anak China itu memang sering datang kerumahku, hampir setiap minggu. Tut mampir meminjamkan aku majalah atau Novel, Tut tau kalau aku memang senang membaca.

Wajahnya bulat dengan matanya yang sipit. Seperti kebanyakan orang China kulitnya kuning. Tut kalau tertawa biji matanya hilang, tertawanya tersengal-sengal macam orang kelelahan lucu sekali. Aku suka Tut. Aku suka senyumnya. Aku suka tertawanya. Kami memang akrab.

Aku sering duduk-duduk di teras rumahnya, mendengarkan Engkongnya bercerita. Engkong dengan penampilannya yang sederhana kaus oblong dengan celana komprang belang-belang. Aku suka gaya Engkong menyeruput kopi dari Mug kesayangannya.

Engkong dengan semangat bercerita bagaimana meriahnya perayaan Peh Cun di Kali Tangerang, mereka dulunya memang tinggal di Tangerang. Engkong muda dulu seorang pedayung tangguh. Perayaan Peh Cun biasanya dimeriahkan dengan lomba dayung Perahu Naga.

***

Tut sekolah pagi hari disekolah yang muridnya kebanyakan warga keturunan, sementara aku sekolah siang hari. Sesekali kami janjian, Tut berani ambil resiko dimarahi Mamanya karena terlambat pulang, sementara aku harus membolos tidak masuk sekolah. Kami cuma jalan-jalan, kadang naik Bus sembarang jurusan tapi biasanya kami pilih rute yang paling jauh pergi-pulang.

Sebelum pulang kami biasa mampir ke pasar satu kilometeran dari rumah kami. Makan soto mie kesukaan kami. Ini moment yang paling berkesan seumur hidupku takan pernah terlupakan. Tut suka pedas. Tut akan megap-megap kepedasan, matanya berkejap-kejap mukanya merah macam udang rebus.

“Rasain lu” kataku sambil nyengir.

Tut cemberut mencubit lenganku…enaaakkkk…

***

Tut dari keluarga keturunan yang biasa-biasa saja. Bapaknya seorang pekerja keras, bekerja di agen pabrik kacang asin ternama, biasa berangkat pagi buta kembali tengah malam buta.

Kami bertetangga, kalau lebaran Emakku biasa kirim ketupat dan sayur, Mamanya Tut suka sekali dengan masakan Emak. Begitupun ketika Imlek setidaknya 3 Kue Keranjang yang besar-besar mereka kirimkan. Emak suka sekali Kue Keranjang. Aku suka Tut. Aku suka senyumnya. Aku suka tertawanya.

Bu Parti, yang juga tetangga kami sekali waktu pernah guyonin Emak “Besanan yah…” Emak cuma mesem.

***

.

ahmad saukani (71)

Karya peserta lain silahkan menuju ke akun: Cinta Fiksi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun