Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sungai Bersih Karena Artidjo

3 Oktober 2016   19:54 Diperbarui: 6 Oktober 2016   20:25 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Satu lagi koruptor harus merasakan kerasnya ketukan palu Hakim Artidjo. Adalah mantan Sekda Kabupaten Nabire, Papua, Ayub Kayame yang dipvonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jayapura pada tanggal 20 Agustus 2014 lantaran korupsi pengadaan mesin genset senilai Rp 21 miliar dijatuhi hukuman 18 bulan penjara. Tetapi di Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura pada Januari 2015 hukuman terhadap Ayub malah dikorting menjadi 12 bulan saja.

Tidak terima atas keputusan tersebut Jaksa mengajukan kasasi. Hasilnya Majelis kasasi yang diketuai Hakim Artidjo menjatuhkan pidana 10 tahun penjara terhadap terdakwa. Keputusan 10 tahun penjara sesuai dengan tuntutan Jaksa.

Hakim Artidjo Alkostar adalah Hakim yang biasa menangani pengadilan kasasi di Mahkamah Agung sudah cukup dikanal oleh para koruptor yang tertangkap dan diadili. Hakim Artidjo biasanya malah memperberat hukuman buat terdawa yang mengajukan kasasi terutama terdakwa kasus korupsi.

Sudah cukup banyak koruptor yang merasakan dahsyatnya ketukan palu Hakim Artidjo. Sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum sudah merasakannya.

Belakangan koruptor yang cukup cerdas akan memilih menerima keputasan hukuman pengadilan ketimbang naik banding atau kasasi.

Sebut saja Tripeni Irianto Putro mantan Ketua Pengadilan Negara Medan harus membatalkan permohonan kasasinya di Mahkamah Agung, Tripeni yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara lantaran tertangkap tangan OTT, KPK berkaitan dengan kasus OC Kaligis. Tripeni membatalkan kasasinya lantaran tahu akan berhadapan dengan Hakim Artidjo. Alih-alih mendapat keringanan di pengadilan kasasi bisa-bisa malah dikemplang palu Artidjo.

Koruptor memang harus di-Artidjo-kan.

Sebenarnya saya rada malu nih ngomongi urusan korupsi bukan apa-apa, rasanya kok ya kuatir kalau ternyata ada peluang dan kesempatan ternyata saya kepingin juga merasakan korupsi. Semoga saja rasa kepingin saya itu tidak jadi kenyataan andaipun peluang dan kesempatan untuk korupsi saya dapatkan.

Rasanya apa yang sudah saya miliki sudah lebih dari cukup, sehat jasmani-rohani, dapur masih ngebul, AC di rumah masih menyala walau cuma malam hari, masih kebeli bensin walau cuma petramax, masih bisa internetan pula meski ndompleng…heheh..

Semoga saja kedepan semakin banyak Artidjo-Artidjo lain, Hakim hebat terutama para Hakim yang berhadapan dengan koruptor yang mau menghukum koruptor secara maksimal yang bisa bikin dampak jera, setidaknya bisa membuat orang yang punya peluang korupsi untuk berpikir berulang kali untuk korupsi.

Belakangan ini muncul wacana koruptor selain dihukum kurungan dan penyitaan terhadap kekayaanya juga ditambah hukuman sosial. Ide yang bagus sekali, semoga bisa jadi kenyataan. Semoga para Artidjo tersebut kedepan selain menghukum koruptor dengan hukuman kurungan dan penyitaan kekayaanya juga mau kasih bonus koruptor tersebut dengan hukuman sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun