Masjid Al Makmur, Tanah Abang yang kemarin ramai dibincang orang paska hari yang mengenaskan Rabu 22 Mei, adalah salah satu dari deretan Masjid tertua di Ibu Kota. Dibangun sekitar tahun 1704. Itu berarti saat ini usia Masjid tersebut sudah lebih dari 300 tahun.
Saya sempat mampir dan beberapa kali sholat Jum'at di Masjid Al Makmur, dan terakhir kali sholat Jum'at beberapa waktu setelah kejadian gempa di Palu. Ketika itu lepas sholat ada penggalangan dana, kalau tidak salah itu memang penggalangan dana untuk korban gempa Palu, atau untuk hal lain, saya sudah lupa.
Cara penggalangan dana tersebut unik, lain dari biasanya. Selepas Sholat ada sorban digelar di beberapa tempat. Hadirin atau jamaah yang berniat sodakoh atau berderma cukup meletakan lembaran rupiahnya di sorban-sorban tersebut. Ketika jamaah sudah berlalu, panitia mengumpulkan sorban tersebut dan menghitung berapa banyak derma didapat.
Sekedar melintas terakhir kali di depan Masjid Al Makmur. Sebab bukan hari Jum'at dan bukan pula waktu Sholat. Â Saat itu saya beserta istri kembali dari ikut uji coba MRT dan saya berjalan kaki dari Stasiun MRT Bundaran HI ke Tanah Abang melewati Masjid Al Makmur ini.
Pertengahan Maret, tepatnya 14 Maret, satu bulan lebih menjelang puasa, saya melintas di Tanah Abang tapi suasana Ramadhan sudah terasa dengan munculnya pedagang kurma yang nampaknya dadakan.
Akan halnya Masjid Al Makmur boleh dibilang tumbuh kembang seiring dengan berkembangnya pasar Tanah Abang. Saat ini Masjid Al Makmur boleh dibilang terkepung oleh kegiatan bisnis, utamanya perdagangan perlengkapan Sholat dari mulai kopiah, sarung sampai sajadah. Saat ini bulan Ramadhan berbagai jenis kurma dengan mudah kita dapatkan dijual orang di seputaran Masjid Al Makmur ini.
Selepas Sholat Jum'at atau Dzuhur selain di bulan Ramadhan anda bisa memanjakan lidah anda dengan hidangan khas Tanah Abang, soto Betawi. Di sebelah utara pintu Masjid, di lorong yang menempel dinding Masjid ada pedagang soto Betawi yang saya saksikan tidak pernah sepi. Dekat situ juga ada pedagang kopiah beragam jenis, ada juga toko kitab yang memiliki koleksi cukup lengkap.
Setiap hari Jum'at, kesan semerawut memang tidak bisa dinafikan. Selain pedagang penganan dadakan, parkiran sepeda motor juga sering sampai memakan badan jalan, tapi itu tidak terlalu lama. Biasaya setelah bubaran Sholat Jum'at akan berangsur tertib, sepeda motor tersisa bisa parkir di halaman Masjid.
Masjid Al Makmur berhadapan langsung dengan Jalan KH Mas Mansyur saat ini keberadaanya bagai terkepung oleh pusat perdagangan Tanah Abang. Terletak sekitar 100 meter dari blok B Pasar Tanah Abang dan boleh dibilang menempel langsung dengan Blok C yang saat ini dalam masa renovasi tapi sudah dihuni oleh pedagang jajanan. Blok C saat ini sudah seperti Pood Court tapi masih terkesan tidak tertata. Belum lama ini sempat terjadi kebakaran.
Masjid Al Makmur bisa dicapai sekitar setengah jam berjalan kaki dari Stasiun KA Tanah Abang. Kalau mau nyaman bisa menumpang Bus Explorer Tanah Abang. Bus gratisan dengan rute Stasiun mengitari komplek perdagangan Tanah Abang untuk kembali ke Stasiun. Dan kemudian turun di Blok A lanjut jalan kaki sekitar limamenitan.
Masjid Al Makmur punya tiga pintu masuk utama, gaya bangunannya menurut saya seperti kombinasi Timur Tengah dan Jawa, dengan kubahnya yang khas berwarna hijau. Bisa menampung sekitar 5000 jamaah tapi interiornya sangat sederhana bahkan saat ini terkesan sudah sangat tua dengan karpet sebagian juga sudah tampak usang.