Sekembali dari Sukabumi seusai acara reuni-an kemarin pas lepas dari tol Jagorawi sekitar setengah lima sore emak-emak ngajak kulineran. Sedianya sih dari obrolan mereka cuma mau ngebakso saja, ada bakso enak di dekat Lapangan Ros, Jl. KH. Abdullah Syafei, tapi entah bagaimana kok pak sopir malah diarahkan ke Rawa Bunga, Jatinegara di sekitar belakang Rumah Sakit Premier. Opsi rupanya berubah, dari makan bakso menjadi makan nasi kebuli.
Rupanya di Rawa Bunga, tepatnya di Jalan Masjid ada Caf yang hidangan utamanya kuliner khas timur tengah. Caf Zamrud, dari buku menu yang disodorkan memang semuanya masakan timur tengah antara lain nasi kebuli, kacuali minumannya pilihannya antara lain ada es jeruk dan teh es manis yang Indonesia banget. Tapi spesial hari Sabtu dan Minggu hidangan utamanya rupanya cuma nasi Mandhi, pilihannya cuma lauknya ayam atau kambing.
Saya lantaran kepala mulai pening-pening pesan mandhi ayam saja, sementara pak Rosyid pesan kambing dan empat emak-emak penggagas kulineran ini pesan ayam. Tapi entah kenapa ketika pesanan datang ternyata empat ayam dan dua kambing. Akhirnya dengan senang hati saya terima saja nasi mandhi kambingnya dan segera melupakan senut-senut pening kepala.
Nasi mandhi kambing satu porsinya terdiri dari dua potong daging kambing, salatah yang berupa potongan mentimun dan nenas yang berendam di saus tomat serta sattah atau sambal yang tidak terlalu padas dan dilengkapi dengan emping goreng.
Cabikan dagingnya sekalipun agak berlemak tapi lantaran dihidangkan dalam keadaan panas begitu nempel di lidah rasanya membuat saya terbang jauh menyebrang benua dan samudra ke Arab sana. Empuk dan lembutnya yang katanya kambing muda tersebut sepertinya tidak perlu lagi dikunyah, aura sedap dan gurihnya rasanya seperti tak hendak saya cepat-cepat menelannya.
Sattah atau sambalnya yang tidak terlalu pedas bahkan cenderung manis buat saya sangat pas karena sudah cukup lama saya menghidar dari makanan beraura pedas. Salatah yang berupa irisan timun dan nenasnya menambah kombinasi kenikmatan di lidah.
Buat kami yang pernah tinggal di timur tengah tepatnya di Mekkah mencecap kuliner timur tengah selain memanjakan lidah juga sebagai jembatan mengembalikan ingatan kami pada suasana yang selalu kami rindukan yang pernah kami rasakan dulu.
Ditutup dengan seruputan perasan jeruk hangat; begitu nikmat, rasanya berat buat saya untuk cepat-cepat beranjak dari tempat duduk.
Dan yang cukup penting, untuk urusan harganya menurut emak-emak sebagai penggagas dan juru bayar ternyata tidak terlalu memberatkan kocek, sekitar 80-K IDR saja persatu porsinya.