Sebuah Forum ilmiah, yang dikemas dalam bentuk seminar kecil dilaksanakan oleh sekelompok organ-organ tubuh. Mata, telinga, hidung, bibir, limpa, jantung, ginjal, semuanya berkumpul untuk mendiskusikan keberadaan dan peran setiap bagian organ tubuh. Mata berkata, “tanpa saya, hidup tak akan pernah berarti . Dengan saya, kita dapat melihat merahnya merah, cantiknya wanita ataupun indahnya panorama .” sesudah itu, telingapun berujar, tanpa saya, semua akan menjadi sunyi, sepi dan hening. Dengan saya, kita dapat mendengar merdunya sebuah lagu, gemericik air lembah ataupun panggilan yang tidak akan pernah terjawab oleh bibir. Sesudah itu, jantungpun angkat bicara dengan nada yang pasti, “tanpa saya, kehidupan itu sendiri tidak akan pernah ada.” Siapa sih yang akan menampikkan keberdaan saya, mana ada yang berani menggugat kemustahakan jantung? Semuanya terdiam, terhenyak dan tertunduk lesu, tiba-tiba dubur angkat suara, memecah keterdiaman, “jadi kalau begitu, saya ini tidak ada gunanya?, saya tidak ada apa-apanya?” semua lalu tertawa. Menertawai dubur yang mereka anggap terlalu rendah, hina dan tak tahu diri. Dubur karena kesal, lalu mogok bekerja. Total mampet. Dua hari kemudian, mata jadi kunang-kunang, telinga jadi panas tak teratur, jantung jadi lesu. Hati yang menjadi pabrik kimia bagi tubuh kalang kabut karena sistemnya menjadi kacau. Hari ketiga, mereka dengan terpaksa mengadakan seminar lagi dengan memberi pengakuan dan pentasbian tentang peran dubur bagi bangunan yang bernama manusia. Semua merasa miris, takut bahwa dubur benar-benar akan mogok total. Dubur dengan tenang dan senang menerima pengakuan itu, lalu kemudian bekerja lagi. Semua lantas kembali lancar. Itulah adanya, itulah sebuah kenyataan, bahwa sebuah sistem, sebuah perangkat bekerja karena semua aspek berperan dan berfungsi serta difungsikan sebagaimanamestinya. Pada sebuah percetakan pernah pula terjadi ngambek-nya sebuah sekrup kecil. Entah kenapa, sekrup yang tidak diakui fungsi dan keberadaannya terpelanting dan masuk diantara dua rol bantalan mesin foto copy. Sekrup kecil tersebut kontan mengancurkan bantalan cetak yang sangat vital. Mesin terpaksa berhenti, dan tidak berproduksi lagi. “Kita ini apalah? Hanya sebuah sekrup kecil dalam mesin besar” Ini ungkapan yang sering kita dengar dari mulut orang-orang yang merasa dirinya tak berguna. Perasaan nobodyness , rendah diri yang jelas-jelas mengganggu motivasi kerja. Padahal tanpa sekrup tersebut, ia bukanlah apa-apa, ia bukanlah sebuah sistem, tetapi satuan-satuan suku cadang yang priti, lengkap dan berkontaminasi. Di Hotel-hotel megah yang ada di kota besar, ada sebuah “sekrup kecil” yang terkenal. Ia adalah seorang doorman yang setiap harinya berdiri tegak bagaikan patung di depan pintu. Setiap saat ia membukakan pintu mobil tamu-tamu yang datang, lalu menyuguhkan senyuman lebar tulus dan ikhlas. Beberapa tamu yang sering berkunjung yang bahkan sudah dikenalnya disapanya dengan penuh arti. Kualitas layanan yang personalized ini sepertinya sudah jarang didapatkan. Kelahapan semangat seperti yang ditunjukkan seorang doorman tersebut, hendaknya menjadi sarapan yang harus dimiliki oleh semua orang yang nota bene terangkum dalam suatu sistem. Ini terkait erat dengan bagaimana motivasi instrinsik yang dimiliki oleh seseorang, serta bagaimana kita berkaca dan bagaimana kita belajar mendengarkan seseorang, bahkan sebelum orang lain tersebut mengeluarkan suara untuk kita dengar dan kita jawab. Ambillah organisasi atau institusi kepemerintahan sebagai sebuah contoh. Sebuah organisasi, mnenurut teori, harus memenuhi empat kriteria: sederhana, lengkap-terpadu, pragmatis, dan mempunyai komunikabilitas. Sebuah organisasi disebut sederhana bila tidak terjadi tumpang tindih dalam sistemnya. Dan Sebuah organisasipun dikatakan lengkap dan terpadu bila semua pekerjaan yang telah direncanakan dapat diselesaikan. Nah, sebuah dilemma di depan mata. Kriterianya benar, tetapi didalamnya ternyata ada “jebakan” tanda Tanya besar akan muncul, adalah bagaimana membuat orang-orang itu cocok dalam “kotak”-nya.(Manajemen Kreatif). Hal ini tergantung, akan kita bawah kemana sebuah organisasi tersebut? Apakah kita menganut paham organization by function ataukah organization by product, ataukah juga keduanya. Ketika kiblat organisasi tersebut diarahkan pada Organization by function, maka kemungkinan lebih besar untuk produksi massa dan mudah diatur dalam rangka efisiensi, sedangkan pada organization by product, maka organisasi tersebut akan memberikan sistim koordinasi yang maksimun dengan kata lain titik pusat perhatian akan diarahkan pada salah satu aspek atau prodak. Pertanyaan yang mungkin timbul sekarang adalah, apakah kita semua sekarang sedang menghadapi dilemma yang tragis dan tak terpecahkan? Haruskah kegagalan tersebut menjadi menu yang lahap untuk kita santap setiap saat? Haruskah kita menciptakan manusia-manusia yang “sakit” justru ketika kita sekarang berkeinginan menuju manusia yang penuh arti dan makna. Memang tampak seperti ada ironi dalam kehidupan modern ini. Rasanya, dahaga kita akan temuan baru tak pernah terpuaskan, tetapi pada momen yang sama kita terjebak dan tenggelam dalam ketakberartian zaman. Kelihatannya hanyalah sebuah permainan kata-kata dan arti, tetapi mungkin ada baiknya kita renungkan, khususnya kepada anda yang sering dirundung kegagalan. Siapa sih yang tak pernah gagal dalam hidupnya. Tetapi seperti yang dikatakan Edwar de Bono, “bila saya mampu mengatasi kegagalan itu, artinya saya lebih besar daripada kegagalan itu sendiri” (Manajemen Konflik). Kegagalan adalah hanyalah sebuah pernyataan. Kesuksesan tidak pernah mengajarkan sesuatu kegagalan. Sebaliknya kegagalan hampir selalu mengajarkan kepada orang sebuah pengalaman baru untuk menghadapi masa depannya. Orang-orang yang sukses di dunia adalah orang-orang yang pernah mengalami kegagalan. Kemampuan untuk mengatasi kegagalan adalah kekuatan yang mendasari orang-orang sukses dalam kehidupannya. Kemauan. Yah, Itu sajalah yang diperlukan. Kemauan untuk berubah, belajar dari kegagalan hidup. Ketika ada kemauan, maka kita akan dapat bangkit lebih tegar, semangat di atas puing dan serpih itu. Yakinlah, bahwa pada titik paling terbawah sebuah kegagalan, keadaan tidak bisa lebih buruk dari yang kita risaukan dan kita bayangkan yang akan kita alami. KOMUNIKASI EFEKTIF. Ketika kegagalan menjadi penghias kehidupan kita, maka jurus yang paling jitu dan wahid untuk kita gunakan adalah bagaimana tingkat komunikasi yang dilakukan. Sistem komunikabilitas yang baik dalam sebuah setting organisasi, akan melahirkan pula suatu keberhasilan. Suatu sinyal yang keluar dari mulut ke mulut adalah sebuah permaknaan yang harus kita tahu. Isi pesan, makna pesan dan akses pesan tersebut akan bergerak kearah kemana. Ketika kriteria komunikasi berjalan dengan baik, maka hasil yang diharapkan akan kita peroleh. Sebuah anekdot tentang seorang wisatawan yang tersesat disebuah kampung. Kepada seorang petani ia bertanya, “Pak, mana jalan yang terdekat ke kota?” Pak tani hanya menggeleng kepala sambil berkata bahwa ia tak tahu. Wisatawan itu menjadi jengkel dan berkata, “kamu bodoh sekali yah” Petani itu dengan tenang menjawab, “mungkin saya memang bodoh. Tetapi, yang sekarang ini tersesat bukanlah saya ”. Anekdot tersebut di atas, hampir sama dengan kisah seorang wisatawan yang bertanya kepada seorang petani, “kalau saya ambil jalan ini lurus saja, berapa kilometer lagi saya akan tiba di kota?” jawab petani 50 kilometer. Wisatawan itu pergi setelah mengucap terima kasih. Tetapi, sebentar kemudian ia kembali kepetani yang tadi. “Lho orang lain ternyata memberitahu saya kalau saya ambil belokan yang ke kiri jaraknya hanya tiga kilometer, Kenapa kamu tak mengatakannya kepada saya?” Tanya wisatawan itu dengan gusar. Petani dengan tenang menjawab, “Itu kan bukan yang Anda tadi tanyakan?” Dua kisah tersebut di atas, hanyalah merupakan sebuah anekdot, hanyalah kisah dari mulut ke mulut. Tetapi mungkin juga inilah yang sering terjadi dimasyarakat. Suatu apersepsi yang salah dalam menyampaikan isi pesan serta cara merespon pesan tersebut. Kisah-kisah tersebut di atas, bisa jadi tak akan pernah hilang, alias, kisah tersebut akan menjadi sebuah pembiasaan yang sebenarnya salah dan semu. Tetapi, apa yang dapat kita tarik dari kisah anekdot tersebut di atas, adalah bahwa apa yang kita tanyakan dan apa yang kita suruhkan, itulah yang akan kita terima. Ada ungkapan dalam bahasa inggris: Silly Question deserves silly answer. Kesimpulannya adalah bagaimana cara kita menyampaikan pesan supaya orang lain mendengar dan melakukan apa yang kita minta lakukan, dan sebaliknya, bagaimana caranya kita mendengar supaya orang lain mau berbicara. Inilah suatu hal sederhana, kecil seperti sebuah sekrup kecil tetapi mengandung makna yang mendalam. Ketika kita dapat menciptakan hubungan yang kondusif antar sesama melalui komunikabilitas yang efektif dan efisien, maka semua harapan, keinginan, dan tujuan yang ingin kita raih akan terwujud. Bahkan ketika kita bisa mendengar sesuatu yang bahkan belum diucapkan, maka itulah sebuah kebermaknaan hidup yang sempurna. Tetapi, semuanya terletak pada yang Maha Agung dan Maha Tahu. Manusia sebagai insane kamil di dunia ini hanya bisa berusaha dan berdo’a, semuanya akan kembali kepada yang di atas. Wallahu Alam Bissawab, hanya Tuhan yang tahu segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H