Mohon tunggu...
Manatap Nadeak
Manatap Nadeak Mohon Tunggu... Freelancer - 基督大使

KUYPERMAN

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mampukah Indonesia Menjadi Negara Maju?

2 November 2023   13:48 Diperbarui: 2 November 2023   13:55 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendapatan [MN1] nasional Indonesia mencapai angka Rp 19.588,4 triliun. Meski angkanya cukup besar, tetapi untuk melihat kesejahteraan rakyat dan kemajuan negara tidak dilihat dari situ saja tetapi perlu dilihat dari pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita Indonesia mencapai 71 juta per tahun pada tahun 2022 dengan 275,77 jiwa. Tetapi dengan demikian belum bisa dibilang Indonesia merupakan negara maju. Namun, dalam kenyataannya tidak semua orang di Indonesia berpendapatan seperti itu. Tetapi kebanyakan pendapatan nasional Indonesia hanya hasil kerja orang-orang kaya (tepatnya orang terkaya di Indonesia). 

Orang yang masuk ke golongan produktif belum tentu penghasilannya 71 juta, bisa saja kurang dari 71 juta atau lebih dari 71 juta. Maka dari itu perlu melihat gini ratio di negara Indonesia untuk melihat perataan distribusi pendapatan per kapita di Indonesia. 

Semakin dekat dengan angka nol, semakin rata penyebarannya. Berdasarkan Berita Resmi Statistik tahun 2022, negara Indonesia memiliki gini ratio 0,381. Dengan gini ratio sebesar itu, tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan per kapita atau di Indonesia tergolong rendah. Hal ini semakin dipertegas lagi menurut data dari WorldBank, yang mengategorikan pengeluaran masyarakat yang di bawah 354 ribu per bulannya dimasukan ke dalam kategori miskin. 

Pengeluaran di bawah dari 354  ribu sangatlah kurang untuk diri mereka sendiri apalagi untuk orang yang sudah berkeluarga. Dengan penghasilan tersebut tentunya orang atau keluarga tersebut tidak akan mendapat kehidupan yang layak. Dengan demikian maka di masa mendatang pendapatan per kapita akan sulit untuk naik dan pendistribusian atau penyebaran penghasilan di negara kita semakin sulit untuk di naikan. Bahkan dalam data terbaru dari Badan Penelitian Statistik (BPS) melaporkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai Rp71 juta di tahun 2022, tetapi Badan Penelitian Statistik juga menyebutkan bahwa rata-rata upah pekerja seperti buruh, karyawan, pegawai yang bekerja pada orang lain di Indonesia hanya dari kisaran Rp 2.117.920-Rp 5.071.094 dan itu pun upah yang berdasarkan daerah. Tetapi jika upah dikalikan selama 12 bulan, upah tersebut tidak sampai di angka Rp71 juta.

Apalagi [MN2] jika tren-tren negatif luar negeri masuk ke Indonesia akan memperbanyak masyarakat yang madesu. Contohnya negara maju seperti China dan Korea yang masyarakatnya lebih memilih untuk melakukan lying flat dan lebih senang menjadi pengangguran karena masyarakat China stress akibat pemerintah menuntut mereka untuk menaikan pendapatan nasional, sedangkan masyarakat Korea memilih pengangguran karena kurangnya pekerjaan dan gaji yang mereka inginkan. Maka dari itu mereka memilih untuk hidup rebahan. Jika tren ini masuk ke Indonesia, makin banyak pengangguran atau beban masyarakat yang mempersulit Indonesia untuk memajukan pendapatan nasional, pendapatan per kapita & gini ratio juga tidak akan merata. Apalagi dengan beberapa mindset orang Indonesia yang memutuskan childfree karena menganggap memiliki anak perlu tanggung jawab yang besar. Maka kedepannya akan makin banyak beban negara (lanjut usia) yang tidak tidak ada yang menampung mereka.

 Jika tren seperti ini masuk ke Indonesia, pendapatan per kapita Indonesia lama-lama akan semakin turun karena tidak ada penerus orang produktif malah hanya memperbanyak lansia yang tidak bisa bekerja (beban). Maka beban itu akan mengandalkan bantuan dari pemerintah (BLT). Lalu kebanyakan orang miskin menggunakan BLT tidak sesuai fungsi. Dilihat dari data terkini, mereka memilih untuk membeli keinginan mereka seperti rokok daripada makanan bergizi. Karena ini kebanyakan mereka memiliki sifat mengemis untuk bisa mencukupi kebutuhan lain seperti mandi lumpur. Mereka mendapat uang dari penghasilan orang produktif dan mereka sama saja menjadi parasit bagi orang yang bekerja. Hal ini menyebabkan orang miskin menjad bergantung kepada orang yang mampu. Jika mereka tidak mengemis, mereka akan menipu untuk mendapatkan uang, contohnya tipuan online melalui link atau file. Hal ini membuat citra Indonesia buruk karena banyaknya kriminalitas. Masyarakat miskin juga mencari jalan pintas melalui judi online. Menurut data terbaru saja, target judi online adalah anak-anak dan orang berpenghasilan rendah. Jika anak-anak saja sudah terjerumus kedalam judi online, apa yang akan terjadi kepada penerus bangsa ini? Mindset mereka dari kecil sudah terjerumus terhadap jalan pintas yang tidak menentu bahkan merugikan.

Indonesia berpotensi untuk maju jika permasalahan di atas bisa diperbaiki. Hal diatas membuat Indonesia kedepannya sulit untuk maju, karena masalah seperti inilah kesenjangan antara masyarakat miskin dan masyarakat mampu terlihat jelas. Sifat mencari jalan pintas dan malas inilah yang sebenarnya memperburuk langkah Indonesia untuk maju. Mereka terlalu malas dan mengandalkan orang lain dan tidak ada niatan untuk merubah nasib mereka dengan hal yang jelas. Ini membuat pendapatan nasional tidak berkembang, pendapatan per kapita &  gini ratio Indonesia sulit berkembang karena masyarakat miskin Indonesia bermindset miskin dan ingin serba instan padahal kebanyakan pendapatan nasional dihasilkan oleh orang-orang kaya di Indonesia. Maka dari itu, masyarakat miskin perlu difasilitasi sarana pendidikan yang lebih bagus agar tidak memiliki mindset miskin.

Ditulis Oleh: Chelsea Valerie Clement

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun