Kompasioner, apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata “ galau”? Yap! Ketika mendengar kata “galau” yang pertama terlintas di pikiran kita adalah bimbang, sedih, ragu, bingung, gelisah dan lain sebagainya. Baiklah, sebelum membahas lebih jauh ada baiknya kita lihat definisi kata “galau” menurut kamus besar Bahasa Indonesia (kbbi). Menurut kbbi : galau/ga·lau/a,bergalau/ber·ga·lau/asibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran). kegalauan/ke·ga·lau·an/nsifat (keadaan hal) galau.
Saya juga sebenarnya tidak tahu pasti sejak kapan kata “galau” ini mulai tenar. Tapi yang pasti 5 tahun belakangan ini kata “galau” mulai menjadi-jadi. Hampir disetiap penjuru kota maupun daerah di Indonesia selalu menyebutkan kata “galau” ataupun mengalami “kegalauan”. Jangan-jangan kompasioner yang membaca ini juga sedang mengalami “kegalauan” hahaha. Apakah itu pagi mulai bangun tidur sampai malam sebelum tidur banyak yang menyebut kata “galau” ataupun mengalami “kegalauan”. Entahlah. Tapi yang pasti “galau” ataupun “kegalauan” itu tidak mengenal waktu dan tidak mengenal usia penderitanya.
Mungkin beberapa orang mengecap orang yang mengalami “kegalauan” itu sebagai orang yang lemah. Terserahlah. Saya tidak bisa menyalahkan ataupun membenarkannya Masing-masing orang bebas menilai sesuatu berdasarkan pengertiannya sendiri. Tapi menurut saya “kegalauan” tidak selamanya identik dengan lemah. Saya yakin masing-masing pribadi memiliki “kegalauan”, hanya saja kadarnya berbeda-beda. “Kegalauan” menurut saya adalah hal yang wajar dan normal itu tandanya kita manusia bukan ROBOT. Disaat hal-hal ataupun rencana-rencana yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan baik dan diluar ekspektasi umumnya orang-orang akan merasa “galau”. Atau mungkin hubungan asmara yang tidak berjalan dengan baik juga bisa membuat orang menjadi galau. Hal apapun itu yang membuat kita menjadi sedih, kecewa, ragu, gelisah merupakan suatu “kegalauan” yang menurut saya hal yang normal yang pasti dirasakan setiap manusia yang hidup.
Terus bagaimana dengan penulis, pernah galau ga sih? Hahaha. Yap. Tentu penulis juga pasti pernah mengalami “kegalauan” karna saya juga manusia yang normal yang masih memiliki rasa. Banyak kegalauan yang sudah saya alami mulai dari IP semester sewaktu kuliah yang jelek, lagi krismon (Read: Bokek), sampai yang terberat adalah putus cinta hahaha.
Seseorang yang pernah menjadi paling istimewa di hati pernah berkata kepada saya:
Saya sebenarnya agree to disagree sih dengan pernyataannya. Saya setuju kalau sedang mengalami “kegalauan” tidak perlu di publish sana sini. Karena orang lain hanya akan menganggap kita lemah dan tukang mengeluh. Tapi saya tidak setuju kalau “Lakik” dilarang "galau". Emang perempuan aja yang boleh "galau"?. Kembali seperti yang sudah saya sampaikan “Lakik” juga manusia sehingga sah-sah saja jika mengalami “kegalauan”.
Tapi terlepas dari itu semua buat teman-teman kompasioner nikmatilah “kegalauanmu" jika kamu sedang "galau", karna sebagai manusia yang hidup kita tidak bisa terus mengalami “kesenangan”. Hanya saja bijaksanalah dalam “kegalauan". Jangan sampai melakukan hal-hal bodoh yang dapat merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain dan jangan sampai orang menganggap kamu lemah dan tukang mengeluh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H