Mohon tunggu...
Yohana Damayanti Manao
Yohana Damayanti Manao Mohon Tunggu... lainnya -

Lulus dari Poltekkes Propinsi Bengkulu pada tahun 2008. Pernah bekerja di NGO Indonesia di Pulau Nias selama kurang lebih 5 tahun. Senang mengunjungi daerah-daerah baru dan bekerja bersama masyarakat terutama dalam peningkatan pengetahuan masyrakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Ketika Bidan Desa Tak Peduli, Nyawa Bayi Jadi Taruhannya

23 Oktober 2014   04:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:03 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi hari pukul 04.00 WIB, akhir November 2013 lalu, saya terbangun karena seseorang mengetuk pintu rumah tempat saya biasanya menginap kalau sedang bertugas di desa. Salah seorang warga meminta saya untuk menelpon bidan senior yang tinggal sekitar 2 km dari desa tersebut lantaran adik iparnya sedang mengalami nyeri bersalin. Saya pun segera berkunjung ke rumah ibu tersebut. Ibu yang sedang nyeri bersalin itu biasa dipanggil Ina Deri. Diasedang  mengandung bayi ketiganya.

Setibanya di rumah Ina Deri, saya melihat dia sedang mengalami nyeri bersalin. Dia didampingi oleh seorang dukun desa. Dukun ini tidak membantu persalinan, hanya membantu mengurut perut ibu lalu memberikan obat-obatan. Menurut dukun, bayi akan lahir sekitar 1-2 jam lagi. Saya lalu mencoba menelpon bidan namun panggilan saya tidak dijawab. Tak berapa lama kemudian ibu muntah-muntah. Saya lalu meminta suaminya segera menjemput bidan sedangkan pertolongan pertama segera diberikan kepada ibu untuk mengganti cairan yang hilang akibat muntah. Saya melihat ibu sangat lelah dan mengantuk. Ia pun meminta untuk beristirahat sejenak (bidan PTT yang ditempatkan di desa mereka sedang tidak di tempat. Dia lebih sering pulang ke rumahnya yang berjarak 30 Km dari desa pelayanannya).

Bersama dengan ibu mertuanya, saya membantu Ina Deri ke kamar dan meminta dia untuk berbaring. Pada pukul 05.00 WIB, saya melihat dia mulai mengedan. Awalnya saya berpikir mungkin itu HIS biasa sama seperti yang ia alami seminggu sebelumnya. Setelah melihatnya beberapa kali mengedan, saya melihat bayi keluar lewat jalan lahir. Pagi itu, hanya saya dan ibu mertuanya saja yang ada di kamar. Bidan yang telah dipanggil setengah jam yang lalu oleh suaminya belum kunjung datang. Pada pukul 05.10 WIB bayi lahir.  Tanpa adanya peralatan medis di rumah itu dan dalam kondisi darurat, saya lalu mengambil kain bedongan sebagai alas dan membantu menerima bayi dari jalan lahir. Bayi menangis kuat. Saya lalu meletakkannya di atas perut ibunya. Setelah meletakkan bayi di atas perut ibunya, saya lalu meraba kembali perut ibu dan ternyata masih ada satu bayi lagi. Ya, ternyata bayi yang dikandung Ina Deri kembar.

Dengan bantuan salah seorang kader desa, kami kembali mencoba menghubungi bidan supaya segera datang dan memberitahukan bahwa bayinya kembar. Bayi ke-2 masih belum lahir, ibu memang masih mengedan kuat namun dijalan lahir ketuban masih utuh dan mengahalangi proses kelahiran ke dua. Selang 15 menit kemudian bidan datang lalu membantu memotong tali pusar, memeriksa kondisi ibu dan juga posisi janin yang ke-2. Saya sendiri membantu mengelap badan bayi, kecuali tangannya dan meletakkan bayi di dada ibunya supaya bayi bisa melakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Bayi berjenis kelamin laki-laki itu lahir dengan berat badan 1600 gram.

Setengah jam kemudian dukun bayi meminta saya untuk melepaskan bayi dari dada ibunya karena tidak ingin proses persalinan bayi ke dua terhambat. Awalnya saya menolak namun demi menjaga supaya tidak terjadi pertengkaran, saya pun melepaskan bayi dari dada ibunya dan membedongnya. Bidan lalu membantu proses persalinan bayi ke dua. Sayangnya pada saat bayi lahir, tidak ada tangisan sama sekali. Bayi juga tidak bernapas. Bagian leher bayi telah membiru. Berbagai upaya telah dilakukan namun bayi tidak menangis. Bayi pun dinyatakan telah meninggal dunia.

Demi menjaga bayi tetap hangat, saya pun kembali meletakkan bayi ke atas dada ibunya. Saya mengamati bayi sangat tenang di dada ibunya. Dia tidak menangis dan rewel.Prosedur dan manfaatIMD telah saya jelaskan kepada ibu dan keluarga 3 hari sebelumnya, saat melakukan kunjungan rumah. Pada saat itu, saya memutarkan Video IMD buatan UNICEF dan juga Video IMD seorang bayi Nias yang saya videokan beberapa bulan sebelumnya.

Setelah bidan pergi, saya tetap mendampingi ibu dan mendukungnya supaya terus meletakkan bayi di dadanya. Dengan menggunakan bahasa Nias, saya mencoba menjelaskan metode perawatan Kangguru, tujuan dan manfaatnya kepada ibu dan bayi.

Awalnya ibu menolak dan mengatakan capek. Namun saya terus mendorong dan menyemangatinya untuk melakukan metode perawatan Kangguru supaya suhu bayi tetap stabil.Saya juga menjelaskan ke nenek dan ayah manfaat bayi diletakkan di dada ibunya agar mereka juga menyemangati ibu dan memberikan dukungan penuh kepadanya. Bila ibu tidur, bayi tetap didekapkan di dadanya dan hanya ditinggal sebentar bila ibu ingin ke kamar mandi. Saya juga memotivasi ibu untuk memberikan kolostrum kepada bayinya.

Dukungan dan motivasi yang diberikan kepada ibu memungkinkannya untuk melakukan perawatan yang baik dan benar kepada bayinya. Ia juga mampu untuk mencurahkan kasih sayang sepenuhnya dan memberikan ASI sebagai makanan terbaik kepada bayinya. Meskipun bayi belum menyusu kuat, saya mengajarkan ibu memberikan ASI perahkepada bayinya untuk menjaga asupan nutrisi bayi. Saya mencoba melakukan kunjungan rumah sesering mungkin karena bidan desa yang sedianya berjanji untuk melakukan kunjungan rumah tidak kunjung datang.

Berdasarkan pengamatan selama 3 hari, akhirnya ibu sudah benar-benar menerapkan metode perawatan kangguru kepada bayinya. Ia juga sudah tidak mengeluh seperti sebelumnya. Ia mulai terbiasa dan merasakan perbedaannya. Bayinya tetap tenang bila diletakkan di dadanya.

Pada hari ke-6, saya kembali mengunjungi ibu.Namun saya melihat kondisi bayi mulai mengalami kekuningan. Saya menyarankan ibu untuk membawa bayi ke rumah sakit namun kendala biaya menyulitkan mereka untuk membawa bayi ke dokter. Bidan desa masih juga belum melakukan kunjungan sekalipun telah dikabari setelah kelahiran bahwa ina Deri telah melahirkan bayinya. Miris, karena bidan desa yang mestinya bertanggung jawab malah melalaikan tugasnya. Pada hari ke-8, bayi ini pun kembali meninggal dunia. Bidan desanya sendiri baru melakukan kunjugan setelah bayi meninggal.

Ya, peran bidan desa sangat yang aktif dan mau tinggal di desa sangatlah besar untuk membantu mengurangi resiko kematian pada ibu dan anak. Namun kenyataaannya masih banyak bidan desa yang hanya aktif 2-3x seminggu saja. Kadangkala bahkan sekali sebulan saja hanya pada saat melakukan Posyandu. Berharap kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan dirasakan oleh ibu-ibu lainnya yang sedang hamil dan akan segera melahirkan bayi. Diperlukan kerjasama lintas sektor untuk dapat mengurangi resiko-resiko seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun