Mohon tunggu...
Mardianto Manan
Mardianto Manan Mohon Tunggu... Mengamati Kota Dan Daerah -

peduli kota dan wilayah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggantang Tata Ruang

17 September 2015   20:21 Diperbarui: 17 September 2015   20:30 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimanakah peran pemerintah mengatur ruang ? hampir tidak berperan positif, justru hutan hancur oleh para pengusaha perkebunan berkat izin pemerintah, sehingga legallah kayu dan hutan dibabat oleh para begundal begundal tersebut, maka dapatlah kita simpulkan bahwa hutan hancur saat ini, bukanlah disebabkan “illegal logging”, seperti yang sering dituduhkan pada rakyat yang mencari kayu untuk kebutuhan hidup dan budayanya sehari hari. Justru yang meluluh lantakkan hutan basah di Riau ini adalah “Legal Logging” bukanlah illegal logging yang sebenarnya, karena mereka punyai rebewes (izin) untuk meluluh lantakkan hutan kita, ada peran besarnya tetapi untuk peran legalitas penghancuran, maka Riau Akan Porak Poranda, seperti yang sering diplesetkan untuk nama perusahaan di Riau oleh warga.

 

Banyaknya tumpang tindih lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, lahan yang seharusnya gambut pada kedalaman lebih dari 3 meter dijadikan wajib lindung, tetapi karena keserakahan “penguasaha”, maka izin izin tetap saja dikeluarkan. Akibatnya lubuh lebaklah para pejabat kehutanan kita di Provinsi ini yang jadi korban, hampir semua Kepala Dinas Kehutanan berakhir di penjara. Tapi lucunya para penjabat setingkat di pusat, bahkan setingkat menteri tenang tenang saja, lagi lagi yang jadi korban kita di daerah, ini juga peran negara dalam melindungi pusat.

 

Alhasil setelah Undang Undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyahkan, yang memaksa semua Peraturan Daerah di Indonesia wajib di evaluasi, apalagi yang sangat urgen diperbaharui RTRW Provinsi Riau Perda no 10 tahun 1994 tentang RTRW Provinsi Riau, karena Riau masih satu peta dengan Provinsi Kepulauan Riau, maka tak ada alasan yang lebih kuat dari itu, bahwa Peta RTRW Provinsi ini, wajib segera di selesaikan, dan jangan lagi kita “menggantang tata ruang” sehingga berubahlah tata ruang menjadi “tata uang”, yang akibatnya semua ruang diuangke kata wong jowo, hancur riau nih pak cikk.

 

Namun bagaimana nasib tata ruang kita saat ini? Sehingga sudah banyak pula lahan yang tak “bertuan” dibakar oleh pengusaha pengusaha laknat tersebut, bahkan cobaab yang amat berat bagi Riau, sang gubernur yang getol memperjuangkan pengesahan tata ruang ini, justru dio pulak yang masuk ruang (ruang bui). Perda RTRW kita masih digantung tak bertali oleh pusat, apakah ini tidak dinamakan pembiaran ruang, agar semua bisa bermain di ruang abu abu tersebut, entahlah pak cik sosak ongok deyen, karena bencana kita di Pekanbaru berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sudah kategori yang paling berbahaya diatas ambang batas 615.

 

Bahaya Asap

Jika dilihat asal muasal asap ini yang dikutip dari berbagai sumber adalah, asap dihasilkan dari proses pembakaran yang terdiri dari polutan berupa partikel dan gas. Partikel itu adalah silika, oksida besi, dan alumina, gas yang dihasilkannya adalah CO,CO2,SO2,NO2, aldehid, hidrocarbon, dan fluorida. Konon khabarnya akibat polutan ini, berpotensi sebagai iritan dapat menimbulkan fibrosis (kekakuan jaringan paru), pneumokoniosis, sesak napas, elergi sampai menyebabkan penyakit kanker.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun