Mohon tunggu...
Boge Septa
Boge Septa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Objectivity | Netral | Art | Philosophy | Social | Culture | Education | abdi dalem akun twitter @ma_na_el_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Takfiri: Lagi, Lagi, dan Lagi

23 Oktober 2015   11:03 Diperbarui: 23 Oktober 2015   11:25 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak proses pemikiran ajaran Islam bergulir didunia, kita menemukan fenomena sosial yang terjadi sejak generasi sebelumnya pada zaman dulu hingga generasi kita pada saat ini. Yaitu, tindakan maupun ucapan antar umat muslim atas tindakannya yang mencerminkan sifat maupun kebiasaan orang kafir, yang kemudian dikenal dengan istilah takfiri.

Satu kelompok muslim dengan rajin dan semangat melakukan berbagai tindakan takfiri kepada kelompok muslim lainnya, contoh : menuduh suatu kelompok muslim sebagai suatu kelompok kafir karena menerima dan melakukan nilai-nilai orang barat yang dianggap bid’ah, ada juga suatu kelompok muslim yang menuduh suatu kelompok muslim lainnya sebagai kelompok kafir berwajah muslim untuk sejumlah harta benda. Para Rosul yang diberi amanah Allah untuk memimpin umat saja tidak pernah membagi sejumlah uang kepada masyarakat sebagai bentuk rayuan agar masyarakat mengakui dirinya sebagai Rasul.

Setiap dari kita tentunya memiliki pandangan berbeda atas tindakan takfiri yang dilakukan saudara muslim kita ini?

Jika diruntut akar timbulnya budaya takfiri adalah perbedaan pemahaman ajaran agama dan perbedaan pengalaman beragama antar pribadi di lingkungan sosial masyarakat. Dua faktor diatas tentunya tak perlu dipersoalkan apabila tidak ada pemaksaan kepada orang lain untuk mengikutinya. Suatu apresiasi yang patut diberikan dan dicontoh oleh semua komunitas muslim ke suatu komunitas muslim yang tidak melakukan pemaksaan kepada komunitas muslim lainnya untuk menganut kepercayaan dan tradisi yang dianggapnya sebagai suatu “kebenaran”.

Suatu monopoli penafsiran kebenaran merupakan pertanda dari peradaban umat yang berjalan satu langkah ke belakang. Sebaliknya, Islam dapat berjaya melalui akulturasi budaya yang pure tanpa adanya upaya ideologisasi Islam , seperti yang dicontohkan oleh Walisongo. Adapun contoh implikasi ideologisasi Islam adalah yang terjadi di Indonesia, yaitu adanya upaya suatu kelompok menawarkan Islam sebagai suatu ideologi alternatif yang kemudian menjadikannya untuk dasar Negara Indonesia pengganti Pancasila. Islam merupakan pedoman hidup yang diberikan kepada manusia dan tidak memiliki konsep yang jelas sebagai suatu dasar Negara. Meminjam ungkapan pemikir Mesir Husain Fawzi al-Najjar, concern utama Nabi Muhammad saat menyebarkan Islam adalah lebih tertuju pada upaya untuk mempersatukan para upaya mempersatukan para pemeluk Islam (al-wihda al-ijtimal) daripada membangun sebuah Negara atau dasar Negara.

 

Masih dalam konteks takfiri, tantangan bagi kita semua sebagai umat Islam adalah mewaspadai dan menghilangkan indikasi dari suatu upaya yang berusaha memecah belah persatuan umat Islam dunia. Sejalan dengan kicauan @Haidar_Bagir : Kapan kita bisa nyontoh Nabi, dakwah dengan keindahan, bahkan kepada Yahudi yang jelas-jelas membencinya (baca; Nabi Muhammad). Tanpa gampang-gampang ngancam perang dengan dalih kafir harbi?. Dengan kata lain, kebencian dan egois hanya menghambat perdamaian, ketentraman, dan persatuan yang kita harap dapat terwujud. Waspada boleh, Takfiri Jangan.

 

Salam ukhuwah…

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun