Saya membuat tulisan ini awalnya atas rasa kecewa saya terhadap pembangunan di kampung halaman saya, yaitu Kabupaten Kediri. Kok bisa? Iya bisa, karena dalam 15 tahun belakangan ini, kondisi kursi nomor satu di wilayah ini diduduki oleh satu keluarga. Dimana tonggak pembangunan yang dijalankan selama 15 tahun terakhir ini belum memiliki pengaruh yang signifikan bagi masyarakat Kabupaten Kediri. Satu contoh, Aspal Kabupaten Kediri yang menjadi rute wajib bagi pengendara yang ingin menuju Surabaya, Malang, Jogja, Solo, dan kota lainnya itu cukup memprihatinkan. Banyak jalan yang berlubang, jalan yang bergelombang, jalan juga sempit. Hal ini seolah diabaikan oleh Pemerintah PEMDA. Peristiwa terbaru atas keadaan ini adalah Tragedi Kecelakaan Bus Pariwisata Perusahaan Rokok Gudang Garam.
Di sisi lain, uang mamin seorang guru di Kabupaten Kediri hanya cukup untuk satu kali makan. Sehingga saya tak bisa memungkiri jika ada isi hati seorang guru yang iri dengan jumlah uang mamin teman seprofesinya di Kota Kediri dengan nominal 15ribu. Kondisi ini memang sesuai dengan kebijakan PEMDA masing-masing. Namun yang perlu diingat adalah kemanakah aliran uang pajak yang berfungsi untuk pembangunan tersebut ?
Gini ya, Mas, Mbak. Dimana seorang pemimpin ketika warga sipil ditipu aparat? Dimana seorang pemimpin ketika warganya ndak bisa memberi nafkah keluarganya? Dimana seorang pemimpin ketika petani menjerit saat pupuk mahal dan hasil panen justru bikin rugi? Dimana seorang pemimpin ketika ada seorang nenek yang sakit tetapi tidak bisa beli obat?
Masih banyak lagi permasalahan lainnya yang tak bisa saya uraikan satu per satu dalam tulisan ini.
Garis besar dari segala permasalahan yang ada di wilayah dari Gunung Kelud ini ada adalah kemampuan pemimpin daerah (baca: bupati) dalam mengelola kekayaan daerah untuk pembangunan.
Tidak adanya efek pembangunan yang diharapkan terjadi oleh masyarakat memicu Isu Dinasti Politik ini mengalir dalam berbagai kalangan masyarakat Kabupaten Kediri. Masalah dinasti politik sebenarnya tidak bisa menjadi negative thinking jika orang-orang di dalam keluarga itu betul-betul mumpuni dalam merealisasikan aspirasi rakyat saat duduk di kursi terhormatnya. Rakyat tentunya bertindak jika dinasti politik dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan keluarga atau kelompok tertentu sehingga pembangunan menjadi terhambat.
Pesta demokrasi seharusnya benar-benar menjadi acuan untuk pesta pembangunan di masa depan, bukan menjadi pesta kekecewaan di masa depan. Sehingga saya mengajak dulur-dulur Kabupaten Kediri untuk bertindak kritis jika ada keputusan yang dapat menghambat atau bahkan merugikan pembangunan.
Salam…
Â
Â
Â