Saya adalah seorang mantan mahasiswa yang baru saja melepas gelar kehormatan ini. Kebetulan wisuda saya dilangsungkan secara daring akhir tahun ini bersamaan dengan rekan-rekan seangkatan lainnya yang menyandang gelar “lulusan jalur Corona”.
Bagi saya tidak ada bedanya antara wisuda langsung maupun wisuda daring, toh tetap saja saya dinyatakan lulus.
Tiga tahun tidak terasa sejak pertama kali saya mengikuti perkuliahan ini. “Tiga tahun?” “Apa anda mengambil semester singkat?” Jawabannya, benar dan salah.
Benar saya berkuliah selama tiga tahun dan salah untuk saya mengambil semester pendek. Saya adalah seorang lulusan D3 Program Studi Komunikasi dari salah satu kampus negeri di kota Bogor.
Tiga tahun adalah durasi dari pembelajaran yang harus saya tempuh untuk mendapatkan gelar ini. Saya sudah khatam dengan pertanyaan, “kenapa gak sekalian ambil S1 saja mas?” Bagi saya ini adalah pertanyaan klise yang selalu saya temui bahkan sampai saya sudah lulus.
STIGMA TERHADAP LULUSAN D3
Orang-orang berpendapat bahwa gelar D3 adalah “gelar nanggung” untuk dipilih sebagai jenjang pendidikan selanjutnya, karena stratanya yang hanya setingkat di atas SMA dan masih dibawah S1.
Banyak juga yang berpendapat bahwa jika kuliah lulusnya harus menjadi sarjana dan memilih mengambil D3 sama saja tidak kuliah. Saya masih ingat reaksi guru Bimbingan Konseling saya di SMA ketika mendengar kabar bahwa saya diterima sebagai mahasiswa D3.
Beliau hanya memotivasi dan mengatakan untuk ikut ujian masuk S1 tahun depan dengan senyum kecil di bibirnya. Tidak ada ucapan selamat. Tidak ada sedikitpun raut kebanggaan tercermin dari wajahnya.
REALITA YANG ADA DENGAN D3
Awalnya saya merasa malu dan tidak bangga dengan pencapaian saya yang telah diterima menjadi mahasiswa D3 di salah satu kampus negeri. Status sekolah saya yang termasuk sekolah favorit di kota Bekasi semakin membuat pencapaian ini terkesan biasa-biasa saja.