Mohon tunggu...
Imma Wicaksono
Imma Wicaksono Mohon Tunggu... wiraswasta -

wanita biasa,pendiri Makassar Cooking Club, berkarir di @mamlala_kitchen

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Teman dan Sahabat

5 Februari 2018   16:42 Diperbarui: 5 Februari 2018   17:24 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.yourtango.com

 

Anak saya,Lala, sering sekali berujar sekaligus bertanya,

"mah, kenapa saya tidak punya sahabat seperti mamah ?"

Kadang kadang saya bersemangat menjawabnya, apalagi jika saya sedang merindukan sahabat sahabat saya, seringkali pun saya hanya diam, tersenyum kalau lagi mood senyum, atau melanjutkan kegiatan yang sedang saya kerjakan.

Lala sebenarnya sudah beribu kali mendapatkan penjelasan dari saya, apa itu sahabat, dan kenapa lala belum menemukan sahabat di usianya yang baru mau 13thn. Lala sejak kecil, terbiasa mengikuti kegiatan kegiatan penting atau tidak penting saya di luar rumah. Salah satunya, pergi bertemu dengan teman teman semasa kuliah dulu yang yang hingga kami memasuki usia hampir 40 thn, masih selalu berusaha mengatur waktu untuk bertemu dan skedar ngobrol tidak penting ala kami. Dulu, masa kuliah, kami se genk, rame, banyak, hingga kami menjuluki genk kami, gerombolan si berat, apalagi di per eksis dengan adanya Ria, atau kupanggil Iyyaa' yang bobot tubuhnya sejak jaman kuliah hingga kini nyaris 90 an kg, hahhaha. Semakin cocok lah genk kami bernama si berat.

Hingga akhirnya tahun berlalu ke 20 tahunan kemudian, ketika jaman whats app pun muncul, kami lalu membuat group chat di wa, sesuai dengan nama genk kami jaman kuliah, si Berat. 

Perjalanan pertemanan kami, saya rasa mengalami masa masa layakya pertemenan pada umumnya.  Saling mengenal di awal kuliah saling support di jaman kuliah, saling curhat curhat an, hingga akhirnya saling memahami karakter dan tabiat satu sama lain.Tidak ada lagi yang namanya baper an, tersinggung, benci, buruk sangka, atau hal hal negatif lain. Yang ada kami saling memahami, kami saling terbuka, dan saling megetahui baik buruknya sifat kami masing masing. Hingga saking dekat dan lamanya pertemanan kami, tidak ada lagi yang ingin kami bagi ke satu sama lain selain kemesraan. Kenapa? Karena kami sudah lelah di dera tanggung jawab sebagai orangtua dari anak anak kami, istri dari suami suami kami, karyawan di tempat kami bekerja (bagi pekerja kantoran), atau beban sbg survivor bagi kami yang menjalani profesi sebagai wiraswasta alias non karyawan. Paling tepat, untuk melarikan semua hal itu adalah kepada sahabat, atau bahasanya anak muda jaman sekarang,lari dari kenyataan.

Saya bilang kepada Lala, memiliki sahabat itu bukan hal seperti ke alf*mart, ind*ma*t, memilih snack yang kamu sukai, membayar lalu menelan nya karena ngiler atau sangat ingin makanan tersebut karena terlihat enak.

Memiliki sahabat itu proses panjang, kamu harus berteman dulu, menyadari hal hal buruk dari dirinya yang tidak kamu sukai, lalu memahaminya, lalu mengerti keadaannya, lalu memberi masukan, lalu memaafkan jika ia berbuah salah terhadapmu, tapi sekali lagi, itu tentunya harus dilakukan juga oleh temanmu itu. Karena tidak akan terjadi persahabatan, jika diantara dua orang atau lebih tidak saling memahami dan menerima kelebihan dankekurangan masing masing.

Sahabat berarti hubungan akrab seumur hidup setelah kalian mulai berkenalan.

Sahabat itu semestinya yang paling tahu sifatmu, bahkan melebihi keluargamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun