Mohon tunggu...
Fransisca Ana Susanti
Fransisca Ana Susanti Mohon Tunggu... -

di pertengahan usia 30 an, hidupku semakin berwarna. Semoga juga bisa mewarnai hidup orang lain melalui tulisan tulisanku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngopi Jossss di Angkringan

9 Mei 2011   02:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:56 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang satu ini 100% saya yakin hanya ada di Indonesia, walau sepengetahuan saya mayoritas masih tersentralisasi di seputaran kota kota di pulau Jawa saja, itu justru menambah keyakinan bahwa ini milik Indonesia asli dan belum difotokopi di negara lain,apalagi diklaim. :)  Angkringan ( Jogja dan sekitarnya ), kucingan ( semarang dan sekitarnya), atau hik  ( solo dan sekitarnya ), adalah beberapa istilah yang digunakan bagi suatu tempat jajan minimalis yang bermodalkan meja atau gerobak sorong yang bertenda, dikelilingi bangku bangku panjang ataupun tikar untuk lesehan. Orang Jogja menyebut  angkringan karena jualannya memakai perangkat seperti yang dijelaskan di atas, disebut kucingan karena nasi bungkusnya sungguh mungil dan berlauk secuil daging ikan bandeng yang memang ikan khas semarangan mirip seperti makanan kucing, lalu orang Solo menyebutnya sego hik karena nasi bungkus keringan tanpa kuah sehingga membuat cekukan/ceguken. hik..hik..!  unik bukan?  Kuliner yang bisa dinikmati di situ beraneka ragam dengan harga sangat terjangkau, namun yang menjadi signature-dish nya ada 2 yaitu nasi bungkus ukuran 3-4 suapan dengan lauk sederhana di dalamnya, dan minuman jahenya.  Hm..nulis ini kok malah jadi ngiler ya..inget nasi teri hangat didorong kopi jahe mak nyooosss...beeuuhh... Beberapa angkringan mengibarkan menu andalannya sendiri disamping signature-dish yang sudah ada tadi, di antaranya yang saya pernah coba adalah kopi areng / kopi jossss angkringan lik man dekat stasiun kereta api Jogja. Kopi panas yang sudah siap hidang,dicelupi arang membara sehingga menghasilkan suara 'jossssss' ..aroma seduhan biji kopi bercampur arang bakar sungguh wangi, pun didapat manfaatnya yang kabarnya arang tersebut menyerap kafein di dalam kopi sehingga menjadikannya de-caf. Humm...untuk yang ini saya kira perlu diuji dulu kebenarannya  di laboratorium. Satu lagi yang juga kondang adalah angkringan '(ora) Nganggo Suwe' di daerah Kota Gede arah ke jalan raya Imogiri. Pembeli rela bersabar demi menikmati sego bakarnya yang memang maknyuusss....nasi sekepal, diisi sambal teri dan daun kemangi segar,dibungkus daun pisang lalu dibakar di atas bara. Bisa terbayang aromanya, perpaduan wangi daun pisang bakar dan uap kemangi..uhuuuyy..nyem..nyem..! Biar semakin nendang, bisa ditambah aneka lauk yang tersedia sesuai selera, dan didorong dengan seruputan wedang asem yang dibuat  dari seduhan buah asam segar plus gula batu. Dijamin merem melek keenakan! [caption id="attachment_106215" align="alignleft" width="300" caption="http://baltyra.com/2010/01/13/angkringan-solo-di-batam/"][/caption] Anyway, bila dibandingkan dengan warteg, angkringan menurut saya lebih asyik. Sama sama tempat makan berbiaya minim, namun warteg terkesan lebih 'serius' . Orang kebanyakan makan beneran (makan besar bukan ngemil ), merokok sebatang sambil menghabiskan minuman,lalu pergi. Sosialisasi yang terjadi tidak seintens angkringan. Konsep awal angkringan yang hanya bermodal gerobak dorong atau bahkan hanya sebentuk meja panjang di pinggir jalan strategis, menciptakan aura keramahan,keterbukaan dan kelambanan dalam arti tidak perlu buru buru makan dan buru buru pergi. Angkringan memang dimaksudkan untuk ajang ngumpul sambil makan, atau makan sambil ngumpul. Siapa saja boleh bertemu siapa saja,tidak mengenal kasta. Di solo baru, kabarnya yang parkir di seputaran dagangan hik adalah mobil mobil keluaran terkini,bercampur motor dan onthel,bahkan becak.  Tidak ada yang merasa rikuh dengan latar belakang,semuanya berbaur ngangkring menikmati suasana. Dari pergaulan angkringan ini sudah tidak mengherankan bila terjadi transaksi bisnis, perluasan networking atau bahkan ketemu jodoh! Hmm..hasil besar dengan modal kecil, hahahah ! Sistem angkringan juga merupakan bentuk sederhana dari joint-venture. Mengapa, karena umumnya makanan yang dijual 90% adalah pasokan dari orang lain,bukan pemilik gerobak. Tugas pemilik gerobak hanya menyediakan minuman ( yang keuntungannya bisa sampai 100% lho!) seperti aneka olahan jahe, kopi,teh dan susu. Bisa dilihat khan bahwa kehadiran seorang bakul angkring,merupakan kail bagi orang lain yang modalnya tipis tapi ingin memutarkan roda ekonominya. Titipan gorengan, nasi bungkus, aneka sate dan kue dengan sistem bagi hasil terbukti bisa jadi tambahan pemasukan,yang artinya bila dirunut hingga ke muaranya  adalah pengentasan kemiskinan, dan deklarasi entrepreneurship kecil kecilan.keren! Seperti lazimnya segala sesuatu yang sifatnya tidak kekal di dunia ini,angkringan juga mengalami pergeseran bentuk dan manajemen pengelolaan.Di Semarang ini, saya dengar sudah ada kucingan yang di-franchise-kan  lho! Wow,ini luar biasa! Untuk model seperti ini, memang mereka bersifat eksklusif,tidak menerima makanan setoran dari orang lain,melainkan semuanya membuat sendiri memakai standar mereka. Baiknya yang model seperti ini adalah makanan yang akan selalu sama kualitas mutunya.  Kepengen tahu juga saya, franchise kucingan itu dijual berapa juta ya? Bisa dipertimbangkan untuk para pemodal kecil,tidak perlu mengeluarkan uang miliaran seperti bila membeli franchise ayam goreng dari negara Obama. Anda tertarik? :) Pergeseran bentuk angkringan bisa dilihat di jogja ,dengan hadirnya  House of Raminten ( bukan pesan sponsor!) yang berada di daerah belakang malioboro. Yang satu ini baru happening sekali dan sontak menjadi tujuan wisata kuliner baru. Ini adalah angkringan yang 'dinaikkan kelasnya', menu menu standar diusung ke tempat lebih nyaman yaitu restoran yang ditata nyeni ( berseni ) plus daya tarik para pelayan putrinya yang berkemben. ehm..:)  Jangan khawatir, walau sudah diusung ke restoran,harga harga makanannya tetap tidak jauh jauh dari angkringan yang aslinya kok. [caption id="attachment_106085" align="aligncenter" width="1024" caption="http://rizakasela.wordpress.com/2009/11/21/the-house-of-raminten-santai-dengan-budaya-jawa/"][/caption] Pungkas cerita, saya hanya berharap bahwa angkringan, hik , kucingan ini janganlah sampai bernasib seperti warteg yang sempat dipertimbangkan untuk dikenai pajak. Kalangan grass-root membutuhkan tempat hang-out yang tax-free jadi berikanlah itu kepada mereka.  Nggak asyik khan kalo makan sebiji tahu bacem seharga Rp 500,- ditambahi pajak 10% . Ngga lucu juga kalo angkringan Lik man yang lesehan di trotoar itu tiba tiba pakai mesin cash-register. Heheh.  Ok, salam Indonesia banget!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun