Mohon tunggu...
isma millah
isma millah Mohon Tunggu... -

uin malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasihanilah Ibu Ayah Kami

15 Desember 2014   01:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:18 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“kalian berdua, kalau nggak diam akan saya buang dijalan biar jadi gelandangan dan nggak usah balik lagi kerumah.....”

Kata-kata itulah yang sering kali aku dengar keluar dari mulut kakak ke-dua ku, ketika dia benar-benar marah pada kedua orang tua ku. Aku tidak bisa menjegah saudara-saudara ku karena bagi mereka aku hanya anak kecil yang belum bisa memahami saat itu.Yang lebih mengherankan lagi, kakak ku tidak pernah merasa bersalah maupun punya keinginan minta maaf pada mereka. Aku tahu bahwa mereka pasti lebih tahu dan lebih faham dari ku tentang hukum islam yang melarang membentak dan berkata tidak sopan kepada orang tua bahkan menolak mengatakan “ah..” saja sudah tidak boleh boleh apalagi membentak dan menghina mereka. Apa hukuman yang pantas untuk mereka yang berani mengatakn itu semua..?.

Aku anak keempat dari lima bersaudara, dua kakak ku perempuan dan satu laki-laki. Semua saudara-saudara sudah mampu mencari uang sendiri bahkan lebih sukses dari kedua orang tua, hal itulah yang selalu diharapkan orang tua pada anaknya. Orang tua ku berumur sudah lebih dari limapuluh tahun bahkan sudah bisa dikatakan sebagai lansia. Mereka berdua bekerja sebagai pedagang, tetapi saat fisik mereka mulai melemah dan mereka tidak lagi sekuat dulu yang selalu bekerja setiap hati hingga menjelang sore tiba.

Aku sangat beruntung mempunyai orang tua yang bisa menerima keadaan anak-anaknya meskipun mereka benar, mereka juga yang lebih tahu tentang segala hal tentang semua anaknya, tetapi kenapasaudara-saudara ku tidak bisa memahami mereka seperti mereka yang selalu memahami kami bukankah saatnya kedua orang tua ku lah yang harus dipahami saudara-saudara ku. Orang tua mana yang tidak sakit hati jika mereka sering dibentak anaknya sendiri..? pasti semua orang tua mengalami itu, orang tua ku pasti mengalami itu tetapi mereka hanya diam tanpa ada bantahan padahal mereka berhak membantah bahkan membentak anaknya sendiri.

Kebanyakan orang tua yang sudah beranjak lansia, berhenti beraktivitas kecuali keinginan mereka sendiri dan mereka pasti lebih mengandalkan upah anaknya meskipun hanya seratus ribu. Tetepi semua saudara-saudara ku selalu menyembunyikan upahnya dan tidak pernah berkata jujur pada kedua orang tua ku. Padahal dulu orang tua ku mencarikan dana mondar-mandir dari bank satu ke bank yang lain untuk membayar uang sekolah bahkan orang tua ku tidak segan-segan mnyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi, hingga kita juga diwajib S-1. Tidak sadarkah mereka akan semua hal itu?dimanakah letak hati nurani saudara-saudara ku?. Apakah orang tua ku harus mengalami sesuatu baru mereka sadar akan semua hal itu..?.

Jika seandainya orang tua merasa sakit hati dan kehadiran mereka tidak dibutuhkan lagi, mereka bisa saja mengalami depresi bahkan bisa stress ataupun gila, mereka juga bisa bunuh diri. Tetapi aku yakin orang tua ku tidak akan mengalami semua itu.Hanya Allah lah yang tau. Aku hanya pasrah akan hal itu, aku yakin Allah akan menjaga, mengasihi, dan melindungi mereka dimanapun mereka berada.

Hari berganti hari, jarum jam selalu bergerak tak pernah berhenti. Saat hari selasa, norang tua ku ingin pergi kerumah paman ku.

“lho ibu ayah mau kemana?” tanya ku.

Mereka hanya menjawab dan tersenyum ” mau kerumah paman mu”.

“hati-hati bu yah, sekarang jalanan mulai macet. Jangan pulangg terlalu malam nati nggak ada yang nemenin aku tidur...” kata adik ku dengan manja.

“jaga rumah sampai kakak-kakak mu datang, kita kembali nanti sore kok” sambung ayah. Aku tahu mereka mengkhawatirkan kita berdua dirumah.

Itulah kata terakhir yang diucapkan ibu dan ayah ku sebelum mereka mengalami kecelakaan ketika perjalanan pulang dan harus dilarikan kerumah sakit.

Semua saudara ku mulai panik dan segera ke rumah sakit. Saudara ku melihat orang tua yang kurus dan mulai menua terbaring tak berdaya bahkan bergerak saja mereka kesakitan, kita semua hanya bisa menangis mengingat kesalahan dan perbuatan meraka. Mereka memperoleh kesadaran kembali bahwa betapa hilangnya kasi sayang orang tua dan sangat berharganya mereka melebihi nyawanya sendiri. Mereka juga berjanji tidak akn membentak dan akan menuruti semua keinginan orang tua kita.

Terimakasih Ya Allah karena telah menjaga, mengasihi, dan melindungi orang tua kami hingga sekarang. Tidak ada manapun manusia yang bisa melindungi meraka sebaik Engkau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun