Akhir akhir banyak nama Menteri  yang namanya naik daun atau tambah "moncer". Isu rencana bakal menjadi calon dalam pertarungan Pilpres 2024 digadang gadang sebagai gong awal agar yang bersangkutan mulai sekarang harus tampil lebih ciamik dalam kinerja sebagai batu loncatan untuk menaikkan elekbilitas. Kelompok massa dalam bentuk relawan, sahabat atau akar rumput yang lain juga sudah tak malu malu untuk mengusung calon mereka  dalam setiap kesempatan dimana mereka bisa menunjukkan kemampuan dan keunggulan calon yang bakal diusungnya.Â
Khalayak umum tentu bebas memberikan opini berkaitan dengan kinerja Menteri yang sudah diberi restu untuk memoles diri, mencuri start dari awal. Program kerja beberapa Menteri juga nampak digenjot agar ada hasil maksimal sesuai dengan harapan dari hasil akhir program. Menjadi penting mengawal dan terjun langsung disetiap progran kerja, karena nilai plus tentu didapat bila program kerja mendapatkan respon positif dari warga masyarakat.Â
Saya jadi teringat zaman saya masih duduk dibangku SD. Hampir semua siswa sekolah dulu hapal nama nama Menteri yang duduk bekerja di kabinet. Bahkan banyak juga warga masyarakat yang mengerti bidang kerja masing masing Menteri. Semua bidang kerja ini ada korelasinya dengan program Pelita dan Repelita pemerintah sebagai acuan. Pola rencana kerja Kehumasan Pemerintah yang diterapkan pada zaman tersebut saya anggap berhasil walaupun lebih banyak menggunakan one way communication atau komunikasi searah saja.Â
Menteri Negara dan Pejabat populer hampir merata. Tak heran ada yang memangku jabatannya lebih dari 1 periode.Tentu masih banyak yang ingat dengan beliau pak Harmoko, pak Fuad Hasan, pak Munawir Sadzalli atau Pak Azwar Anas. Barangkali kalian yang mengalami masa OrdeBaru masih ingat dengan nama menteri yang lain? Kepopuleran yang merata dan familiar namanya dipublik termasuk keberhasilan campaign politik dengan formula komunikasi searah. Ada plus minusnya tentu saja, tetapi branding yang bertahun tahun bisa melekat menjadi catatan tersendiri bagi saya.
Memang menjadi rancu saat ini, ketika Menteri bekerja karena ada tumpangan bendera politik yang lain. Jabatan mereka saat ini seolah olah menjadi salah satu kendaraan politik, otw RI satu di 2024 nanti.Â
Saya tidak akan membahas tulus tidaknya karya kerja mereka. Bertarung dengan program kerja yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini, terutama memasuki Endemi dan bergegas menata diri untuk membangkitkan lagi semua potensi yang ada untuk menata ulang kehidupan adalah tantangan terberat bagi semuanya. Sebenarnya alangkah baiknya semua Menteri mempunyai visi dan semangat yang sama untuk mengerjakan PR menata negara tercinta.Â
Tidak ada embel embel karena 2024 menanti. Bagi yang bercita cita di 2024 nanti, mau tidak mau karya nyata mereka harus lebih unggul dan dirasakan masyarakat banyak agar jalan tol mrnaikkan elekbilitas saat ini benar benar berhasil. Beberapa nama yang populer dari partai tertentu, Â pastinya harus bisa mengkondisikan dirinya agar kinerja programnya juga selaras dan bisa menaikkan elekbilitas partainya.Â
Seperti dua sisi mata uang, gampang gampang susah. Yes juga kalau boleh dibilang susah susah ganpang. Perlu diingat karena lingkup bekerja Menteri di Departemen tentu bekerja sama, berkoordinasi dengan banyak elemen dan pihak yang kalau ditelisik garis kepentingan politiknya ada yang berseberangan kepentingan untuk 2024 nanti.
 Sebenarnya bagus juga masing masing kandidat mengalami masa  mereka harus berpikir lebih cerdas dan kreatif. Kerja dobel istilahnya. Karena mental optimis harus dibangun mulai dari sekarang. Keuletan, sabar dan tahan uji banting adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh kandidat yang penuh pesona.
Komunikasi dua arah sebagai respon balik netizen tampil dalam berbagai saluran. Polling politik, cuitan dalam rumah politik khusus dikanal tertentu banyak tersaji. Publik yang masih adem adem dengan isu politik RI 2024 banyak yang menjadi penonton dan pengamat pasif sementara.Â
Belum ada hasil kerja atau program unggulan yang nampak greng dan memikat sehingga layak mendapatkan apresiasi ekstra adalah salah satu alasan publik golongan adem ayem, termasuk saya. Haha...Â