Ketika masa kecil dulu, orang tua selalu menemani kita sebelum tidur dengan dongeng cerita yang menarik, bahkan masa-masa tersebut masih berlanjut saat anak-anak kita masih balita.Â
Pada masa itu, dongeng dan buku cerita menjadi hiburan penting bagi anak-anak. Sentuhan kasih sayang orang tua melalui keteladanan baik secara langsung maupun melalui karya sastra yang dibacakan menjelang tidur, membawa dampak besar terhadap karakter anak.Â
Tradisis membacakan cerita atau bercerita secara tidak langsung memberikan kedekatan dengan orang tua serta berfungsi sebagai media pewaris nilai-nilai yang akan mengisi dan membangun kepribadian anak.Â
Momen-momen manis tersebut bisa tercipta karena pada masa itu keberadaan televisi dan gadget masih terbatas.
Namun, saat ini, pesatnya perkembangan teknologi digital menggeser keberadaan seni mendongeng, menyedikitkan kegemaran anak membaca buku cerita bahkan terjadi kelangkaan akan karya sastra anak.Â
Muncul dampak yang signifikan terhadap krisis sastra anak. Anak cenderung mengalami penurunan minat membaca dan eksplorasi sastra, akibat ketertarikan pada hiburan cepat dan visual yang disajikan oleh media modern.Â
Kelangkaan ini juga terpicu dengan kondisi generasi Z yang terlahir di era kecanggihan digital, dan bergantung kepada benda kecil yang disebut dengan gadget. Â Â Â Â
Mendongeng, membacakan cerita saat menjelang tidur adalah bagian dari mengajarkan anak mengenal karya sastra, mengajak anak untuk bermetafora, karena sesungguhnya hidup kita dikelilingi oleh sastra.Â
Lakoff dan Johnson (1980) dalam bukunya yang berjudul; "Metaphors We Live By" mengungkapkan bahwa "kita hidup dikelilingi sastra".Â
Kalimat ini menyadarkan kita bahwa sesungguhnya kita hidup dikelilingi metafora. Tanpa kita sadari, disetiap aktifitas, berfikir dan berbicara tak lepas dari unsur metafora.Â
Ungkapan buah hati, jatuh cinta, keras kepala, bunga bangsa dan masih banyak lagi contoh kata yang mengandung unsur metafora, yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.Â