Aku tidak takut pada kegelapan, tapi yang aku takutkan adalah apa yang ada di balik kegelapan itu. Aku tidak takut ketinggian, tetapi aku takut terjatuh. Aku tidak takut mencintai, tetapi aku takut cintaku tidak berbalas. Aku tidak takut untuk melepaskan, hanya saja aku takut kehilangan. Sebenarnya aku juga tidak takut gagal, hanya saja aku takut akan jatuh pada rasa sakit yang sama.
Ada saatnya, seseorang terlempar dalam fakta;__masuk dalam situasi yang tidak dikehendaki dan memunculkan ketakutan. Saat ketakutan di depan mata, selalu ada pilihan : berlari atau bertarung? Menjadi pengecut, atau pemberani?
Ketakutan-ketakutan yang tidak dihadapi, akan menjadi batas hidup. Namun, semakin tidak takut pada banyak hal, maka semakin luas lah spektrum hidup.
Saya rasa, pikiran ini cukup relevan dengan keadaan saat ini. Kita dituntut berani, percaya, tapi di sisi lain, kesulitan hidup, kesakitan bahkan kematian orang-orang terkasih secara mendadak menimbulkan kebingungan bahkan kesedihan yang mendalam.
Maka, saya memilih analogi : Seperti dua sayap pada seekor burung. Dua-duanya (ketakutan dan harapan) haruslah dikepakkan secara seimbang.
Nelson Mandela berkata, "Pemberani bukanlah orang yang tidak mengenal rasa takut, tetapi dia yang bisa menaklukkan ketakutan."
Salah satu personil Trio Belacan juga menuliskan : "Tetap tenang. Karena ketakutan justru akan membuatmu jatuh dalam kesakitan."
Selamat berjuang. Semoga harapan kita menjadi nyata.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H