Bahwa berdasarkan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
Bahwa dengan beredarnya Surat Edaran Walikota Makassar terhadap wajib pajak Nomor : 970/ 135/ S.EDAR/ BAPENDA/ IV/ 2019, Tertanggal 30 April 2019 Tentang Penggunaan Zona Nilai Tanah (ZNT) dalam Wilayah Kota Makassar, telah dimaknai sebuah Kebijakan yang tidak populer serta membelakangi Peraturan Daerah Kota Makassar, sekalipun dalam Surat Edaran dimaksud terdapat Frasa "Mendorong Pertimbangan Penggunaan Zona Nilai Tanah", Namun jika salah menafsirkan, maka dapat melabrak Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pajak Daerah.
Bahwa jika berdasarkan Pasal 56 Perda No.2/2018, dijelaskan Dasar Pengenaan Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah dari Nilai Perolehan Objek Pajak, sedangkan Pengenaan Nilai Perolehan objek Pajak atas jual-beli adalah perhitungannya berdasarkan HARGA TRANSAKSI dan Bukan berdasarkan NILAI PASAR. Serta Selain dari Jual beli yang Pengenaannya berdasarkan Harga Transaksi, adalah Pembelian melalui Lelang yang terdapat dalam risalah Lelang.
Bahwa dengan adanya kebijakan yang sama sekali tidak berpihak kepada masyarakat, jika tidak segera diantisipasi hal ini dapat menjadi Preseden buruk atas pelayanan transaksi Jual beli dihadapan Pejabat PPAT (Notaris) yang dapat di "Intervensi" oleh sebuah kebijakan kepala Daerah, dimana asal-usulnya hanya berdasar dari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
DPP-LIMIT mengakui dan mengapresiasi atas Keberhasilan KPK dalam mengungkapkan kasus- kasus besar yang berhubungan kewenangan KPK dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Namun dalam suatu Perikatan antara Penjual dan Pembeli yang telah disepakati dengan nilai Transaksi yang wajar, lalu kemudian diwujudkan dengan menerbitkan akta Jual beli yang pelaksanaannya dihadapan Pejabat umum, tentunya pelaksanaan perikatan tersebut diluar kewenangan, kewajiban maupun tugas KPK, kecuali jika Hasil Pembelian diperoleh dari hasil korupsi diatas 1 (satu) milyar. Seharusnya yang diselidiki oleh KPK adalah terkait dengan Pembayaran-Pembayaran yang Mungkin dihitung oleh Pejabat Pelaksana tehnis tidak sesuai Peraturan Daerah, agar hak, kewajiban, atau eksistensinya dapat mewujudkan realisasi atas Pembelaan kepada masyarakat yang selama ini telah tunduk patuh pada Peraturan Perundang Undangan.
Makassar, 16 Juli 2019
Â
KETUA UMUM DPP-LIMIT
Â
MAMAT SANREGO
Â