Matahari menyapa dengan senyumnya, melambaikan cahaya dengan bibirnya yang putih bersih. Dihiasi oleh awan awan putih seperti kapur tulis putih yang masih tersampul. Ia berjalan mengikuti awan yang hendak berlari. Bumi pun berbalas dengan riangya, karena di atasnya tidak ada penghalang sehingga oksigen memancar dengan bersihnya.
Lihatlah lihat jalanan sepi pengendara, yang dibelakangnya memancarkan gas gas beracun. Tengoklah gedung gedung, pabrik pabrik membisu yang tadinya di dalam corongnya mengeluarkan asap pekat. Tataplah langit biru dengan indahnya, ada burung burung putih yang beterbangan dengan leganya. Lihatlah gunung gunung yang bertolak pinggang disertai dengan hijaunya pepohonan dengan teriakan burung- burung bertautan.
Mereka berkata” Ada apa gerangan, hari ini berbeda dengan sebelumnya”. Jawabku” Hari ini karena manusia sedang menyepi, merenungi dan menerawang kehidupannya”.
Tapi bumi pun merana karena pengelola dunia sedang tertunduk lesu, sedang berbaring diperaduan sunyi karena wabaht. Sendiri menyepi, menunggu hidup dan mati. Kini manusia sedang bersedih karena aktivitasnya dibatasi, tidak bekerja dan menantinya kembali. Wahai bumi segarkan engkau seperti dulu, dan kami akan menjagamu lagi setelah kami pulih dari virus corona ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H