Mohon tunggu...
Mamar Abdurrahman
Mamar Abdurrahman Mohon Tunggu... -

Tidak pernah tulisannya dimuat di surat kabar. Bahkan surat kabar burem sekalipun

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kematian Syafii

30 November 2010   03:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:10 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12910880772091452765

Sekedar catatan: cerpen ini untuk Pamanku Syafii yang diangat nyawanya persis seperti cerita ini. Betapa kematian yang membuatku iri. *

Pamanku Syafii adalah guru ngaji di kampung kami. Setiap habis subuh dia mengajar kitab Shahih Bukhari di surau yang tidak jauh dari kali. Senin dan kamis libur karena biasanya pamanku puasa, begitu pula kami. Dia mulai membagikan ilmunya sejak pulang dari tanah suci. Dan aku adalah pengikutnya yang sejati.

Setiap subuh, aku orang kedua datang ke surau, tentunya, setelah Syafii. Warga mempercayakan kunci surau pada pamanku, karena hanya beliau yang paling sering ada di surau. Subuh, zhuhur, ashar, maghrib dan isya dia pasti di sana. Dia yang azan juga qamat, sekaligus imam.

Bila ada yang meninggal di kampung kami, keluarga mayit selalu ingin pamanku yang jadi imam, pimpin doa, juga yang ishad*. Mereka rela menunda penguburan keluarganya yang meninggal demi menunggu paman yang sedang pergi, biasanya sedang ngajar di surau kampung sebelah. Mengapa mereka sangat ingin paman yang pimpin doa dan ishad karena bila berdoa suaranya seperti menusuk hati jamaat. Meski tidak semua orang mengerti apa isi doa, tapi artikulasi dan suaranya yang dalam itu selalu memaksa air mata untuk keluar dari sarangnya.

Saat ishad yang paling ditunggu. Pamanku Syafii pandai mengambil momen terbaik mayit selagi hidup lalu dirangkai dengan kata-katanya yang apik.

“Pak Mamat,” kata Syafii saat nama yang disebut meninggal, “kita kenal adalah tukang ikan. Meski saya jarang lihat sholat di surau, aku yakin tidak ketinggalan dia lakukan di rumah atau pasar. Tapi yang pasti, dua hari lalu, saat ke pasar saya lihat dia memberi sepotong ikan gurame pada pengemis. Dan si pengemis hampir sujud berterima kasih dengan pemberian itu. Betapa amal yang bernilai di akhir hayat. Bahkan pada jaman Nabi, orang yang begelimangan dosa bisa masuk sorga karena di akhir hayatnya memberi air kepada anjing yang kehausan.”

Jamaat terpaku. Keluarga Pak Mamat terisak.

“Mari kita saksikan, apakah mayit ini meninggal dalam keadaan khair? (baik)

Khair,” suara jamaat serempak

“Apakah mayit ini meninggal dalam keadaan khair?

“Khair”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun