“Kalau pagi subuh harus bangun, shalat subuh, kalau malam kalau bisa bangun. Kalau zaman anak-anak masih kecil, kalau hari lahirnya dipuasain. Ibunya puasa di hari lahir. Mendoakan agar anaknya jadi orang, anak baik gitu. Berdoa setiap hari. Puasa senen kamis. Kalau hari lahir anak itu memang dipuasakan supaya anak itu lancar sekolahnya, terus di akhir nanti bisa baik lah.” (Hj. Kamsiatun, 23/04/2013)
Penampilannya tenang, penuh wibawa seperti menunjukkan kematangan emosi diusianya yang semakin senja. Itulah, Hj. Kamsiatun, istri H. Endi, ketika ditemui di kediamannya di Kemayoran Jakarta Pusat. Ia semakin mendalami ajaran Islam dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari serta mengamalkannya. Meskipun pada masa kecilnya ia dibesarkan dalam keluarga yang menganut kejawen yang kental tetapi kini ia menjalankan Islam secara tekun.
Ketika penulis bertanya tentang pengalaman keberagamaan dalam rumah tangga, ia dengan lancar menceritakan bagaimana shalat malam, berdoa dan puasa dilakukan untuk mendukung anak-anaknya dalam mencapai cita-citanya. Seperti yang penulis kutip di bagian atas tulisan ini.
Keluarga H. Endi dan Hj. Kamsiatun yang sudah berkeluarga selama kurang lebih 52 tahun ini merupakan pemenang pertama keluarga sakinah tingkat provinsi DKI Jakarta 2011 dan mewakili DKI Jakarta untuk mengikuti keluarga sakinah teladan tingkat nasional. Di tingkat nasional keluarga ini menyabet juara dua setelah menyisihkan 31 keluarga dari 33 keluarga dari 33 provinsi se-Indonesia.
Keluarga yang dikarunia lima anak (satu laki-laki dan empat perempuan) ini berhasil mengantarkan anak-anaknya mencapai pendidikan sarjana bahkan tiga anaknya mencapai pendidikan pasca sarjana di berbagai bidang.
“Saya punya prinsip, di dunia ini ada yang paling berat dan ada yang paling ringan, tahu gak apa itu? Yang paling berat bukan yang dorong truk, jaga amanah. Sebagai presiden kek, menteri kek, gubernur, camat, lurah, RT sampai ke rumah tangga, ku angfusakum wa ahlikum naro jagalah dirimu dan keluargamu. Yaitu hablum minanas di dalam rumahnya gimana. Anak-anak dididik agama, ngaji. Alhamdulillah, anak-anak saya tidak buta huruf, bahasa arabnya. Termasuk istri. Alhamdulillah sekarang sudah bisa baca qur’an, bisa ini itu.” (H. Endi. 17/04/2013)
Keluarga yang menikah pada 7 September 1961 ini tidak saja berhasil mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sukses dalam pendidikannya tetapi juga mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang mengerti dan menjalankan agama.
Dalam mengantarkan anak-anaknya berhasil dalam pendidikan dan kehidupannya, H. Endi dan Hj. Kamsiatun memberikan nasehat kepada anak-anaknya. Menurut mereka, kepada anak-anaknya dibekali dengan selalu berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis dalam menyelesaikan semua masalah rumah tangganya serta berdo’a kepada Allah swt.
Selain itu, menurut H. Endi dan Hj. Kamsiatun, anak-anak diberi pelajaran hidup untuk mengarungi kehidupannya yaitu sikap jujur dan kerja keras, mencari jodoh yang seiman, berkurban untuk menghilangkan sifat kebinatangan dalam diri, segerakan pergi ke baitullah bila sudah mampu dan membangun rumah yang dekat dengan masjid.
Keluarga H. Endi juga dikenal dilingkungannya sebagai orang yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Ia dikenal sebagai pengurus masjid dan pengelola yayasan yang bergerak pada sosial keagamaan yaitu dengan memberikan layanan gratis kendaraan pengantar jenazah.
Selain bergerak pada bidang sosial keagamaan, keluarga H. Endi juga mengembangkan layanan pendidikan dan bimbingan haji. Dalam bidang pendidikan, keluarga H. Endi mendirikan yayasan Annur Prima Sakinah yang bergerak pada pendidikan di wilayah Bekasi. Yayasan ini melayani dari Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Yayasan ini juga melayani pendidikan untuk anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Tidak berhenti disitu, yayasan yang didirikan tahun 1999 itu juga menyelenggarakan pendidikan gratis untuk anak-anak dhuafa.
Sepak terjang H. Endi dan keluarga di rumah tangga dan di masyarakat sesuai dengan harapan H. Endi yang ingin berguna di rumah dan masyarkat. Seperti yang diungkapkannya kepada penulis.
“Mudah-mudhan hidup saya berguna di rumah dan di masyarakat. Di rumah menjadi pelayan anak istri. di masyarakat jadi pelayan masyarakat jadi ketua RT, ketua RW, pengurus masjid, ketua Dekel, koperasi. Pelayan umat, membawa rombongan haji tiap tahun. Di kasih hidup, manfaatkan. Seminggu, sebulan setahun itu cuman tiga hari. Hari sekarang, besok, kemaren. Sekarang, berbuatlah baik sekarang, supaya nantinya baik. pada dosa kita mintalah ampunan. Jangan nunggu jadi ustadz atau kyai, jangan.” (H. Endi. 17/04/2013)
Menarik dari pernyataan H. Endi di atas, ia tidak hanya ingin berguna bagi keluarga tetapi juga berguna bagi masyarakat dan umat. Kebaikan yang dilakukan tidak harus menunggu menjadi ustadz terlebih dahulu, ungkapnya.
Sumber: Maman Abdurahman "Religiusitas dan Kesetaraan Gender Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2011-2012, PSKTTI, 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H