Kereta Api Jurusan Jakarta-Bandung menambrak seekor kerbau sekitar pukul 3.00 dini hari tadi di dekat stasiun Pasar Minggu Jakarta Selatan. Saksi mata yang tidak mau disebut namanya, mengatakan ada lima orang dinyatakan tewas, lima puluh orang luka berat dan sekitar 250 orang luka ringan. Salah seorang korban tewas berhasil diidentifikasi bernama Eet, perempuan berusia 25 tahun asal Bandung.
Bagi pembaca kritis, ilustrasi tulisan di atas mengandung sejumlah kalimat yang perlu mendapat pertanyaan yaitu apa betul ada seekor kerbau yang tertabrak kereta api pada dini hari tadi? Sementara faktanya sudah tidak ada orang disekitar pasar minggu yang memelihara kerbau. Pertanyaan kritis selanjutnya adalah apa ada kereta api jurusan Jakarta Bandung yang lewat Stasiun Pasar Minggu? Pertanyaan-pertanyaan kritis ini sebagai alat untuk membongkar betul atau tidaknya sebuah berita tersebut.
Lalu apa sesungguhnya yang disebut dengan fakta? Kita sering mendengar kalimat yang menyebutkan “berita ini tidak sesuai dengan fakta yang ada atau bohong”. Jika melihat cerita kecelakan kereta api di Pasar Minggu di atas, faktanya tidak ada Kereta Api Jurusan Jakarta Bandung yang lewat stasiun Pasar Minggu dan fakta yang lain tidak ada kecelakaan kereta api menabrak kerbau pada pukul 3. 00 dini hari tadi. Lalu apa yang disebut fakta itu? Seorang temen yang belajar peneitian mengatakan “fakta itu sesuatu yang nyata atau dianggap nyata oleh panca indra”.
Seorang jurnalis atau pewarta tidak selalu melihat langsung suatu peristiwa terjadi. Oleh karenanya ia akan mencari orang yang melihat langsung suatu peristiwa tersebut untuk mewawancarainya atau mendatangi kepolisian yang menangani kasus kecelakaan tersebut. Nah, dalam penulisan berita, data merupakan hal yang sangat penting. Ia akan menjadi penguat berita yang dibuat. Lalu apa yang disebut data? Kata ini sudah biasa kita dengar dan seringkali digunakan dalam percakapan sehari-hari, tetapi kalau diminta membuat pengertiannya ternyata tidak mudah juga untuk menjelaskannya. Sering kita mendengar kalimat “data saya yang tersimpan dalam flash disc hilang semua karena virus” atau “hardisc komputerku jebol, semua data penelitianku tidak bisa diselamatkan”. Lalu apa data itu? Seorang dosen penelitian mengatakan dengan singkat “data itu fakta yang terekam”. Dengan penjelasan dosen tersebut, kita bisa memahami bahwa data bisa dalam berbagai bentuk, tulisan, angka-angka, foto, suara atau rekaman video”. Oleh karenanya, kita seringkali menjumpai sebuah berita yang dilengkapi dengan foto-foto sebagai data penguat nilai beritanya.
Data yang sudah tercatat atau terekam bisa saja dimanipulasi oleh kepentingan orang tertentu. Oleh karenanya, dalam penulisan berita, seorang jurnalis professional tidak begitu saja menerima data dan memasukannya dalam beritanya, ia akan mengeceknya dengan bertanya pada sumber lainnya sehingga data yang diperoleh valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Fakta dan data menjadi bahan dasar bagi penulisan berita untuk diinformasikan kepada masyarakat. Data yang valid diolah sedemikian rupa sehingga menjadi tulisan menarik, informatif dan dapat dikonfirmasi kebenarannya. Berita yang dilengkapi data valid tidak saja membantu orang lain yang membutuhkan informasi tersebut dengan benar tetapi juga telah membawa penulisnya menjadi orang yang dipercaya. Berita bohong di Kompasiana? Sorry ya gak ada tempat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H