[caption id="attachment_103401" align="alignleft" width="300" caption="Mengapa Perempuan Arab"][/caption]
Miris bercampur sedih saya membaca komentar-komentar yang muncul pada tulisan “Mengapa Perempuan Arab Dilarang Menikah dengan Laki-Laki Non Arab” yang saya tulis pada 19 April 2011. Awalnya saya sedikit pun tidak menyangka tulisan itu akan mendapat respon yang begitu antusias dari kompasianer. Ada sebanyak 179 komentar dan 3026 pembaca serta 40 sharing ke twitter dan 154 ke facebook. Ada satu kompasianer yang memberi penilaian bermanfaat dan satu orang memberi penilaian inspiratif.
Dalam perkembangannya, tulisan yang terinspirasi kasus pernikahan Tommy dan Tania itu mengundang komentar yang cenderung menyinggung kelompok lain dan komentar yang ada juga memicu komentar yang berpotensi melukai perasaan orang atau kelompok lain.
Disamping ada komentar-komentar yang cenderung kasar, harus diakui ada juga komentar yang disampaikan secara santun dan mengandung pengetahuan yang sangat bermanfaat. Misalnya pengetahuan terkait dengan seluk-beluk tradisi, keyakinan agama dan kelompok keturunan tertentu.
Namun demikian, komentar dan perdebatan yang kurang produkstiftetap berlangsung. Meski saya berusaha memberikan tanggapan atas komentar yang muncul dengan kepala dingin dan berusaha disampikan secara santun tetapi ternyata komentar-komentar yang muncul sangat tidak elok dibaca bagi siapapun yang membacanya.
Dengan mempertimbangkan berbagai hal dan untuk menghindari kemungkinan kemudharatan yang lebih buruk lagi, akhirnya dengan sangat menyesal tulisan “Mengapa Perempuan Arab Dilarang Menikah dengan Laki-Laki Non Arab” pada 22 April 2011 pukul23.46 WIB resmi saya TUTUP.
Untuk itu, kepada kompasianer khususnya kepada para habaib, para syarifah dan para masyayikhyang dimulyakan Allah yang merasa terganggu dengan tulisan dan komentar-komentar yang muncul dipicu oleh tulisan tersebut saya dengan tulus mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya sedikit pun tidak bermaksud mendiskriditkan kelompok tertentu.
Dengan ditutupnya tulisan itu, saya berharap kepada semua pihak, terutama yang terlibat dan turut berkomentar untuk kembali membuka hati dan berjabat erat membangun persahabatan dan persaudaraan. Karena itu lebih baik dan lebih nikmat ketimbang kita saling mencaci dan saling benci.
Mari kita bagun ukhuwah insaniyah (persaudaran sesama manusia) dan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) dengan rasa cinta dan kasih sayang tanpa harus membedakan latarbelakang apapun. Wassalam
