Sajakku menangis
Mendung menggelayut di matanya
gerimis pun akhirnya jatuh
tak sanggup ditahan lagi
ketika ia menyaksikan
suara kencang keagungan
tanpa ada yang menyapa.
Sajakku menangis
ketika seorang Ibu
mengeluh agar dikecilkan
suara keagungan itu
bukan karena ia tidak mengerti
arti toleransi
bukan karena ia tidak faham
ajakan beribadah itu
bukan karena ia benci
suara itu
ia hanya ingin orang ikut merasa.
Sajakku menangis
ketika sejumlah orang
berteriak mengumandangkan keagungan-Mu
tapi hatinya dipenuhi amarah
mulutnya mencaci
tangannya merusak.
Sajakku menangis
ketika sejumlah orang membakar emosi massa
membakar tempat ibadah
memberangus persaudaraan yang 'tlah ada.
Sajakku menangis
memunguti puing-puing hati yang terbakar
menengadah di pusara keadilan
sementara kecongkakkan, kesombongan
masih menatap penuh curiga.
Sajakku menangis
di balik jeruji besi yang bengis.
Condet, 31 Agustus 2018 Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H