Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Ngeblog di Kompasiana

4 Januari 2017   12:01 Diperbarui: 27 Januari 2017   09:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dua tahun setelah lahirnya Kompasiana, saya bergabung di blog berjama’ah ini, yaitu pada oktober 2010. Pasang surut mengikuti blog ini saya alami. Saat bersemangat, saat hanya sebagai pembaca saja dan saat seret, tanpa ada tulisan yang diposting  telah dilalui.

Di ulang tahun Kompasiana yang ke delapan ini, saya tersadarkan kembali akan pentingnya komunitas ini untuk terus belajar menulis dan membangun jaringan. Saya menganggap, momentum yang tepat untuk comeback memulai menulis kembali di Kompasiana dengan sedikit berefleksi.

Selama  menjadi kompasianer, sesungguhnya tidak banyak momen istimewa yang saya alami. Bisa dihitung dengan jari. Diantaranya adalah ketika saya menulis“Mengapa Perempuan Arab Dilarang Menikah dengan Laki-laki Non Arab”.   Dengan memposting tulisan tersebut, banyak komentar yang masuk (meskipun saat ini kalau dibuka tidak satu pun komentar, saya tidak tahu mengapa) dan ribuan pembaca. Bahkan di kolom komentar tersebut terjadi perdebatan yang sengit antara yang pro dengan yang kontra. Bahkan ada gadis Arab yang mengirim pesan pribadi secara khusus dan mengingatkan untuk berhati-hati dalam menulis. Ia berbeda dengan komentar yang lain, ia begitu santun dalam memberi tahu.

Harus diakui, saya merasakan ada ketegangan yang sangat tinggi dalam komentar-komentar yang disampaikan. Bahkan ada kalimat-kalimat yang menurut saya semestinya tidak pantas disampaikan, menyudutkan suku tertentu. Itu nyata terjadi di komentar-komentar tersebut. Hingga saya sebagai penulis, merasa ngeri sendiri. Akhirnya, saya  mengambil keputusan untuk menonaktifkan tulisan tersebut. Dengan menulis tulisan “Akhirnya Tulisan Mengapa Perempuan Arab Dilarang Menikah dengan Laki-laki Non Arab” untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan. Meskipun, setelah suasana dinilai reda, saya aktifkan kembali tulisan tersebut.

Tulisan itu terinspirasi oleh satu kejadian perkawinan. Saat itu, sekitar April 2011, sedang ramai diperbincangkan perkawinan Tommy dan Tania yang dilarang oleh keluarga Tania. Konon, pelarangan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan tradisi antara keluarga Tania yang Arab dan Tommy yang non Arab. Saya yang saat itu bergelut dengan isu-isu perempuan tergerak untuk menulis sebuah tulisan dengan latarbelakang pelarangan perkawinan Tommy dan Tania tersebut.

Untuk mengungkap alasan-alasan mengapa hal tersebut terjadi. Penelusuran berita pun saya lakukan. Saya juga menelusuri tulisan-tulisan yang terkait dengan perkawinan orang Arab dengan Non Arab. Dari hasil penelusuran itu, saya rangkai dan sajikan dalam bentuk tulisan.  

Mungkin ada yang bertanya, mengapa momen tersebut sebagai momen terbaik bagi saya? Ada sejumlah alasan:  Pertama, momen tersebut telah menyadarkan saya, bahwa sebuah tulisan yang diposting ke kompasiana  atau media lainnya mempunyai kemungkinan untuk dibaca banyak orang dan berdampak bagi pembacanya. Karenanya, saya mulai saat itu lebih berhati-hati memilih tema tulisan dan pilihan kata sehingga tidak menyinggung orang lain.

Kedua, dengan adanya momen tulisan tersebut, saya juga menyadari bahwa sebuah tulisan harus didukung dengan argumentasi kuat dengan rujukan yang valid. Sehingga sebuah tulisan bisa dipertanggungjawabkan  kepada pembacanya.

Ketiga, Moment tersebut telah membuka mata saya untuk lebih sensitif terhadap perbedaan agama, keyakinan, suku dan budaya tertentu. Sehingga saya harus lebih berhati-hati menuliskan sesuatu, terutama ketika berkaitan dengan keyakinan,suku  dan budaya tertentu. Bahkan teman kerja saya, seorang  Kompasianer juga, “jangan sekali-kali lagi menulis yang memancing perdebatan dan kemarahan orang. Resikonya tinggi”. Nasehatnya waktu itu.   

Keempat, momen tersebut memaksa saya untuk belajar bagaimana menghadapi orang-orang yang  berlainan pendapat dan memoderasi dua kelompok yang saling berbeda pendapat dalam kolom komentar.  

Itulah momen terbaik di Kompasiana yang pernah saya alami. Kejadian-kejadian yang menegangkan memotivasi saya untuk terus belajar, belajar dan belajar  lagi agar lebih baik ke depannya.  (Wassalam

                         

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun