Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan Juga Bisa Jadi Ulama

22 November 2010   13:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:23 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada satu kesempatan diskusi "Ulama Perempuan dalam Wacana Islam: Sketsa Sejarah yang Masih Gelap" Prof. Azyumardi Azra (Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta) menyatakan bahwa pada umumnya perempuan memiliki posisi marginal dalam kamus biografi. Menurutnya kecenderungan ini mengisyaratkan dua hal. Pertama, tradisi keulamaan atau keilmuan pada umumnya memang masih didominasi oleh kaum laki-laki. Kedua, terdapat kepincangan antara kenyataan dengan konsep ideal Islam yang menyatakan bahwa kewajiban menuntut ilmu berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Secara ideal Islam memberikan peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk menjadi ulama.

Pada awalnya istilah "ulama" secara sederhana berarti "orang yang mengetahui" atau "orang yang memiliki ilmu". Pada konteks Indonesia, pada umumnya, ulama didentikan dengan orang-orang yang "ahli" dalam bidang agama, khususnya Fiqh. Pada komunitas NU, keahlian dalam fiqh saja belum cukup bagi seseorang untuk diakui sebagai ulama. Menurut Prof. Azyumardi Azra ada faktor religio-sosiologis yang mempengaruhi sesorang bisa disebut sebagai ulama. Di lingkungan masyarakat muslim Indonesia, seseorang baru benar-benar diakui sebagai ulama jika telah diakui oleh komunitasnya sendiri sebagai ulama. Pengakuan itu datang bukan semata-mata dengan mempertimbangkan keahlian dalam ilmu agama, khusunya fiqh, tetapi juga integritas moral dan akhlaknya yang dilengkapi dengan kedekatan, bahkan keleburannya dengan umat, khususnya pada tingkat grassroot. Biasanya, kedekatan dan keleburan dengan umat di lapisan bawah ini disimbolkan dengan kepemilikan dan kepengasuhan terhadap pesantren atau madrasah.

Dengan kriteria ulama yang disebutkan di atas, keberadaan ulama sudah semakin langka apalagi ulama yang berjenis kelamin perempuan dan mempunyai perhatian terhadap nasib perempuan. Sejumlah pihak berusaha untuk menghadirkan ulama ditengah masyarakat dengan melakukan pendidikan keulamaan seperti yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Agama. Kelangkaan ulama khususnya ulama perempuan juga menjadi keprihatinan Rahima sebagai lembaga yang mempunyai perhatian pada penguatan hak-hak perempuan di komunitas muslim.

Rahima, sebuah organisasi yang melakukan penguatan hak-hak perempuan di komunitas muslim, berinisisasi merancang program Pengkaderan Ulama Perempuan sejak tahun 2005 dan telah menghasilkan dua angkatan sebanyak 49 peserta yang berasal dari dua wilayah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Program Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima digagas atau berangkat dari sejumlah pertimbangan. Pertama, secara kuantitatif keberadaan ulama perempuan mengalami penurunan yang sangat luar biasa dari masa ke masa. Kedua, begitu banyaknya persoalan-persoalan keislaman yang berkaitan dengan perempuan yang membutuhkan perspektif perempuan yang mempunyai pengalaman keperempuanan dengan segala kompleksitasnya. Ketiga, literatur-literatur keislaman yang berkaitan dengan relasi perempuan dan laki-laki masih sedikit yang ditulis oleh perempuan yang mempunyai perspektif kesetaraan.

Pengkaderan Ulama Perempuan Angkatan I dimulai tahun 2005 dan berakhir tahun 2006. Peserta pengkaderan ini meliputi 2 wilayah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Peserta Masing-masing wilayah sebanyak 15 orang. Ada lima kali pertemuan yang harus diikuti oleh peserta ditambah dengan tugas-tugas lapangan. Materi tentang keislaman diberikan satu pertemuan. Materi yang lain adalah sensitifitas gender, HAM HAP, Analisa sosial, Pengorganisasian dan Advokasi. Pengkaderan Ulama ini sebagian besar menghasilkan Ulama Perempuan yang "aktivis" melakukan kerja akvokasi persoalan perempuan di masyarakat.

Program Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima angkatan II dimulai pada 2008. Program ini dilakukan sebagai respon dari refleksi pengalaman Program Pengkaderan Ulama Perempuan angkatan I. Program Pengkaderan Ulama Perempuan angkatan II diperuntukan bagi perempuan-perempuan yang mempunyai dasar pemahaman keislaman yang memadai, mampu membaca dan memahami literatur Islam klasik, serta mempunyai jamaah (komunitas dampingan) di wilayahnya. Pada angkatan II materi agama diberikan dua kali pertemuan dengan penekanan pada metodelogi kajian teks dan metode pembahasn masalah (bahstul masail) dari persoalan-persoalan perempuan yang berkaiatan dengan pemahaman keislaman. Disamping materi-materi yang lain seperti Pengkaderan Ulama Perempuan angkatan I. Dengan penambahan materi agama satu pertemuan diharapkan alumni Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima angkatan II bisa lebih mampu menganalisa teks-teks keislaman klasik dengan perspektif kesetaraan dan bisa mewarnai pemahaman baru tentang relasi perempuan dan laki-laki di masyarakat.

Hari ini sejumlah ulama perempuan dari berbagai daerah sudah mulai berdatangan ke Depok untuk menghadiri Seminar Nasional "Masa Depan Kepemimpinan Ulama Perempuan" yang akan dilaksanakan pada 23-24 November 2010 di Wisma Hijau Depok. Mereka akan "sharing, connecting" dengan ulama perempuan yang lain dari berbagai daerah. Selain itu mereka juga akan saling menguatkan dan saling belajar. Selamat berseminar dan lokakarya, semoga keberadaan ulama perempuan manjadi maslahat bagi umat manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun