Jika anda dari Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, menuju Condet bisa naik Metro Mini 53 jurusan Kampung Melayu turun di jalan raya Condet.Jalan raya yang membelah wilayah Condet,Kelurahan Balekambang dan Batu Ampar.Tidak sampai 30 menit Anda akan sampai di jalan Raya Condet yang terkenal macetnya.
Konon sekitar 10 tahun yang lalu, Condet adalah daerah yang dingin dan sejuk.Banyak pepohonan yang tumbuh di daerah ini. “Dulu sepanjang jalan Condet itu rindang karena banyak pohon di pinggir jalan”tutur Oji (38), yang mengaku lahir di Condet.Dari pohon salak, dukuh, duren, melinjo dan pohon lainnya yang tidak hanya membuat sejuk daerah ini tetapi menjadi penghasilan tambahan bagi pemiliknya.Tidak heran kiranya waktu itu Condet dikenaldengan salak dan dukuh Condetnya.Konon manisnya dukuh Condet tidak kalah dengan dukuh Palembang. Begitu pun salak Condet, manisnya berani diadu dengan salak pondoh. “Saking banyaknya buah-buahan di Condet, kalau pagi berjalan berkeliling kampung, dijumpai dijalanan dukuh yang berserakan dan bahkan duren” lanjut Oji, mengenang masa kecilnya yang indah.
Tidak hanya buah-buahan, binatang pun banyak yang hidup di daerah Condet. Dari berbagai macam burung sampai monyet. “Dulu orang Condet banyak yang berkerumun disekitar kali ciliwung melihat monyet bermain air” cerita Urip (38) pria kelahiran Brebes yang sudah tinggal di Condet sekitar 20 tahun. Cerita tentang monyet masih terbawa sampai sekarang karena di Condet Batu Ampar ada satu tempat yang dinamakan “kandang monyet”.
Menurut Oji, rumah khas Betawi yang “cantik” dulu masih banyak dijumpai. “Dulu waktu saya kecil,masih banyak rumah khas Betawi, NyangKaye di film Si Doel ntuh”. Menurut Oji, rumah dulu pekaranganya luas-luas. Di depannya banyak pepohonan yang tumbuh, jadi rindang dan sejuk.
Bagaimana keadaan Condet saat ini? Sudah banyak perubahan yang terjadi. Tidak hanya alamnya yang sudah berubah, tetapi juga para penghuni dan budayanya.Jika kita sekarang berkunjung ke Condet, kita akan sulit menjumpai pohon salak, dukuh ataupohon melinjo yang dulu semuanya menjadi kebanggaan warga Condet. Tidak hanya karena menambah penghasilan tetapi juga membuat Condet menjadi rindang dan sejuk.
Penduduk Condet pun sekarang lebih beragam. Tidak hanya orang Betawi tetapi sudah campur, dari suku Jawa, Sunda, Madura, Batak, Aceh dan bahkan etnis Arab juga cukup banyak. Beragamnya penduduk Condet sedikit banyak berpengaruh juga pada budaya dan pola relasi antar masyarakat. Berkumpul, ngobrol, bercandadengan sesama warga sudah mulai berkurang.
Dari segi bangunan pun mengalami banyak perubahan.Jika kita keliling Condet, kita akan menjumpai bangunan beton yang luas dan tingkat dengan pagar-pagar pembatas yang tinggi. Kita juga akan menemukan bangunan yang di depannya bertulisan Asrama Putri. Ya Asrama putri PJTKI atau penampungan calon TKI atau Buruh Migran Indonesia yang akan berangkat ke Timur Tengah.
Memang Condet sebagai cagar budaya telah lama gagal. Dulu pernah dijadikan kawasan cagar budaya Betawi pada pada masa Gubernur Ali Sadikin yaitu pada tahun 1974.
Kalau kita teliti sesungguhnya, masih ada yang tertinggal di Condet yaitu nuasa keagamaannya yang kental. Pengajian masih cukup ramai di setiap Mushola dan Masjid. Suara orang membaca alqur’an masih terdengar di rumah-rumah. Semoga ini terus dipertahankan sehingga Condet masih layak sebagai cagar budaya Betawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H