Mohon tunggu...
Man Suparman
Man Suparman Mohon Tunggu... w -

Man Suparman . Email : mansuparman1959@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penerimaan Siswa Baru, Budaya Titip Sulit Dihilangkan

21 Juni 2017   08:46 Diperbarui: 21 Juni 2017   10:17 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAFTARAN penerimaan siswa baru tingkat sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri sedang berlangsung di sejumlah kabupaten/kota. Sejumlah sekolah dipenuhi para orang tua siswa dan calon siswa yang tengah mendaftarkan diri.

Sebagaimana diketahui pendaftaran penerimaan siswa baru mulia tahun 2017/2018 ini, menggunakan sistem zonasi. Artinya calon siswa yang diterima berdasarkan kedekatan tempat tinggal calon siswa dengan sekolah.

Penerimaan calon siswa baru berdasarkan zonasi ini, tiada lain maksud pemerintah, yaitu supaya tidak ada lagi anggapan sekolah favorit  sehingga menjadi tujuan semua siswa berlomba-lomba bersekolah di sekolah yang selama ini dianggap sekolah favorit.

Selain itu,  agar semua siswa tertampung, tidak ada lagi yang merasa disisihkan. Sistem zonasi ini, juga merupakan upaya pemerataan pendidikan.

Nah, sebagaimana dikemukakan Mendikbud Muhadjir Effendy, semua sekolah harus jadi sekolah favorit. Semoga tidak ada lagi sekolah yang mutunya rendah.

Dalam pelaksanaan penerimaan siswa baru ini, ternyata kebiasaan lama masih melekat dari segelintir orang tua murid yang memaksakan kehendak untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu yang selama ini mendapat "cap" sekolah favorit atau pesimis anaknya takut tidak dapat diterima .

Untuk memasakan kehendak itu, yaitu dengan menitipkan atau titip yang tentu saja dibalik itu, ada sesuatu yang diberikan kepada pihak sekolah. Jika tidak memberi sesuatu kepada pihak sekolah pun, segelintir orang tua meminta bantuan kepada oknum-oknum yang memiliki "sihung" (taring) atau power seperti kepada oknum anggota DPRD, oknum aparat, oknum LSM dan lainnya. Tentunya imbalan titip anak agar masuk di sekolah tertentu mengalir ke oknum-oknum itu.

Budaya "titip", baik yang dikomunikasikan secara langsung maupun dengan "surat sakti",  nampaknya sulit dihilangkan dari kehidupan bermasyarakat. Itu, semua, boleh jadi menyangkut penyakit mentalitas bangsa yang sulit dihilangkan. Barangkali !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun