Mohon tunggu...
Man Suparman
Man Suparman Mohon Tunggu... w -

Man Suparman . Email : mansuparman1959@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lintah Darat Bak Sang Dewa Penolong

13 April 2017   12:27 Diperbarui: 13 April 2017   20:30 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

AKHIR-AKHIR ini, bank gelap alias lintah darat atau rentenir berkedok koperasi simpan pinjam (Kosipa) semakin marak, menghisap darah mangsanya, yaitu rakyat-rakyat miskin. Mereka dalam memberikan jasa pinjaman kepada nasabahnya mengenakan bunga yang cukup tinggi alias mencekik leher.

Boleh jadi maraknya lintah darat, akibat banyaknya warga masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Sehingga dijadikan peluang emas oleh lembaga usaha bank gelap alias lintah darat, rentenir atau koperasi berkedok Kosipa.

Entah bagaimana proses dan prosedur pendiriannya, sehingga lembaga usaha keuangan seperti itu, memperoleh legalitas Badan Hukum (BH) dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Padahal dalam praktiknya, bukan koperasi simpan pinjam. Tetapi, meminjam-minjamkan uang kepada para nasabahnya dengan mengenakan bunga yang cukup tinggi.

Lintah darat ini, menawarkan jasa pinjaman uang dari mulai nilai minimal Rp50. 000,- sampai jutaan rupiah, tergantung kebutuhan para calon nasabahnya. Bunga yang dikenakan sebesar 20 persen per bulan. Jika cicilan terlambat bulan berikutnya bunganya kembali berbunga dengan dalih sebagai denda sebesar 6 persen.

Untuk pinjaman uang maksimal Rp1 juta, peminjam tidak diminta jaminan cukup dengan poto copy KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sedangkan dari Rp1 juta ke atas diharuskan menyerahkan jaminan BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) sepeda motor, kendaraan beroda empat dan sertifikat tanah atau akta tanah.

Prosesnya pun sangat mudah dan cepat. Hari ini mengajukan pinjaman, hari ini juga bisa cair. Kemudahan-kemudahan seperti itu, mendorong warga masyarakat yang sedang kesusahan membutuhkan uang, beramai-ramai meminjam uang kepada bank gelap alias lintah darat atau rentenir yang setiap hari bergentangan mencari mangsa.

Tetapi dibalik kemudahan-kemudahan seperti itu, risikonya sangat tinggi. Selain jika telat bunganya dikenakan bunga dengan dalih denda. Juga bagi yang pinjaman Rp. 1 juta ke atas dan setelah diberi limit waktu tidak segera membayar pinjamannya, barang yang dijadikan jaminan bisa disita dengan paksa.

Hebatnya sebagian peminjam atau nasabah lintah darat, yang lancar membayar angsuran pinjaman berikut bunganya, tidak merasa diperdayai meskipun harus membayar bunga tinggi. Malahan sebaliknya keberadaan lintah darat dirsakannya sangat membantu, karena prosesnya mudah prosedurnya tidak berbelitbelit hanya dalam tempo hitungan puluhan menit pengajuan pinjaman dapat dikabulan.

Fenomena seperti itu, boleh jadi sebagai salah satu akibat gagalnya upaya pemerintah untuk memberikan kredit lunak kepada masyarakat baik melalui bank-bank, bank syariah, lembaga perkreditan kecamatan, balai prekeditan rakyat, baitul mall dan lainnya. Karena ternyata lembaga-lembaga tersebut dalam memberikan kredit atau pinjaman, proses dan prosedurnya sangat berbelit-belit.

Akibatnya warga masyarakat, lebih memilih bank gelap, lintah darat atau rentenir, karena proses dan prosedurnya sangat mudah. Ketika akan meminjam uang, tidak memerlukan persyaratan yang pelik seperti SIUP (Surat Ijin Usaha Perusahaan) dari Kantor Perdagangan, atau lainnya. Cukup foto copy KTP dan surat jaminan kekayaan atau kepemilikan seperti BPKB dan sertifikat tanah.

Berbagai kemudahan yang ditawarkan bank gelap alias lintah darat atau rentenir dan akibat berbelit-belitnya proses dan prosedur lembaga perbankan resmi seperti bank, balai perkreditan kecamatan, balai perkreditan rakyat, baitul mall, bank syariah dan lainnya. Akhirnya masyarakat memilih bank gelap alias lintah darat atau rentenir sebagai tumpuan untuk menyelamatkan kebutuhan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun