Mohon tunggu...
Man Suparman
Man Suparman Mohon Tunggu... w -

Man Suparman . Email : mansuparman1959@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Feodalisme dalam Pemerintahan Dinasti

15 Mei 2017   07:13 Diperbarui: 15 Mei 2017   08:03 9652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

DALAM pergaulan sehari-hari, jika kita berbicara tentang kekuasaan atau menilai perilaku seseorang sering terlontar istilah feodal atau feodalisme. Misalnya mengumpat seseorang”Dia memang feodal,”.

Apa itu, feodal ? Istilah feodal atau feodalisme pertamakali dipopulerkan pada abad ke 17 . Dalam kamus politik, feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosialpolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra.

Dalam pengertian yang sebenarnya, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada abad pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).

Mulain tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal".

Namun, penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.

Kemudian ada juga pengertian feodal, selain sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, juga merupakan sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja.

Perilaku yang mendekati feodalisme yang dulu sudah banyak ditinggalkan, agaknya sekarang ini mulai tumbuh kembali bibit-bibit feodalisme, dan ini ditunjukan terkait dengan dibolehkannya oleh undang-undang pemilihan kepala daerah tentang politik dinasti, sehingga ayah, anak, suami atau keluarga dibolehkan mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau bupati.

Jika suksesi kepemimpinan keluarga dalam pemerintahan terwujud, maka perilaku atau sikap feodalisme yang mengaggung-agungkan kekuasaan, ingin dihormati akan tumbuh, sehingga mencerminkan sikap feodalisme.

Dalam suatu peristiwa pemilihan kepala daerah ketika jabatan “diwariskan” anak putra mahkota,  anggota keluarga, bisa juga menumbuhkan bibit feodalisme, karena jabatan bupati/gubenur seakan-akan  jabatan warisan atau warisan politik dinasti. Bagi yang haus kekuasaan dan gila hormat ingin dipuja-puja tidak bisa dihindari akan terjadi dengan mengerahkan massa untuk memberikan peyambutan.

Nah, jangan-jangan itu, ,merupakan salah satu bentuk sikap feodalisme, yaitu sifat yang ingin diagung-agungkan atau dihormati. Apakah itu, sadar atau tidak sadar  termasuk menumbuhkan bibit feodalisme atau menumbuhkan kembali feodalisme dalam kekuasaan sebagai dampak dari undang-undang membolehkan politik dinasti ? Wallohu’alam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun